KUALA LUMPUR (ANTARA) - Aliansi Organisasi Masyarakat Indonesia (AOMI) di Malaysia meminta kepada KBRI Kuala Lumpur agar membantu pemulangan kelompok rentan yakni orang sakit parah, ibu hamil dan ibu dengan anak kecil kembali ke Indonesia pada masa pandemi COVID-19.

Permintaan tersebut disampaikan oleh Koordinator AOMI Hardjito bersama perwakilan sekitar 13 organisasi masyarakat saat beraudiensi dengan jajaran KBRI Kuala Lumpur yang dipimpin Wakil Dubes Krishna KU Hannan di Kuala Lumpur, Rabu.

Turut mendampingi Agus Badrul Jamal (Atase Politik), Agung Cahaya Sumirat (Korfung Pensosbud), Djadjuk Natsir (Stafsus Dubes), Mulkan Lekat (Atase Imigrasi), Rijal Al Huda (Korfung Konsuler), Budhi Hidayat Laksana (Atnaker), Sony Sumarsono (Atase Hukum) dan Kombes Pol Hery Dian Dwiharto (Atase Polri).

Hardjito mengatakan permintaan tersebut berdasarkan pemantauan lapangan organisasi-organisasi yang tergabung dalam AOMI yang selama pandemi turut menjadi relawan menyalurkan sejumlah paket sembako kepada para pekerja migran.

Baca juga: 4.800 WNI di tahanan imigrasi Malaysia bakal dipulangkan

Baca juga: Kasus WNI terjangkit COVID-19 meningkat dari depo imigrasi Malaysia


Sekretaris AOMI Khairul Hamzah menambahkan para pekerja migran di Malaysia sudah banyak yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai uang sehingga kalau bisa pulang akan lebih baik di Indonesia daripada kelaparan dan bisa melakukan tindak kriminal.

"Banyak yang bertanya bagaimana agar bisa pulang. Sementara untuk pulang ada sejumlah persyaratan. Kami sudah komitmen tidak mengurusi masalah uang saat pendaftaran pemulangan untuk menghindari penyalahgunaan. Kalau urus paspor bisa langsung ke KBRI. Yang sakit sudah banyak dan meninggal. Mereka sanggup membayar," katanya.

Hamzah mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dari anggota ada sekitar 160 orang masuj kelompok rentan yang ingin pulang, 95 persen tidak ada permit (izin kerja), paspor sudah kadaluarsa dan 80 persen berasal dari Jawa Timur.

Pada kesempatan tersebut Wakil Dubes Krishna KU Hannan mengatakan tuntutan dan aspirasi masyarakat selama masa Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) di Malaysia telah mengalami perubahan dari aspirasi perut berubah ingin kembali pulang.

"Bantuan logistik akan terus diberikan hingga 9 Juni. 10 hari terakhir puasa sudah mulai berkurang permintaan bantuan. Permintaan bantuan sekarang sudah mulai bergeser dari permintaan makanan ke pemulangan," kata Atase Politik Agus Badrul Jamal.

Agus mengatakan perlu kompromi antara masalah dalam negeri Indonesia dan Malaysia terkait pemulangan sedangkan yang sudah dilakukan adalah kerjasama pemerintah daerah dan pusat.

Sedangkan Korfung Konsuler Rijal Al Huda mengatakan kebijakan RI tidak menolak WNI pulang tetapi dengan terjadinya pandemi ini, Indonesia ingin tidak ada penyebaran COVID-19 dari luar negeri sehingga pada tiap Bandara dikontrol ketat.

"Jika tidak memiliki PCR semua harus masuk karantina untuk rapid test walau tidak akurat bisa mengetahui ada tidaknya virus. Karantina ini menjadi'bottle neck, misal Medan penuh maka tidak menerima lagi. Demikian juga pada tempat-tempat lain. Pemulangan mandiri boleh berlaku juga dari pemerintah Malaysia yang mau deportasi harus melihat kapasitas karantina," katanya.

Saat tanya jawab Sekretaris MP KAHMI Malaysia, Yuri meminta agar KBRI memfasilitasi pemulangan massal seperti dahulu pernah dilakukan tidak hanya kelompok rentan.

Pada pertemuan tersebut KBRI dan AOMI sepakat untuk mematangkan data yang akan diajukan agar bisa difasilitasi oleh KBRI ke Pemerintah Malaysia.

KBRI Kuala Lumpur meminta kepada ormas di AOMI agar data yang masuk benar benar disaring dan di verifikasi siapa saja yang masuk dalam kategori kelompok rentan.*

Baca juga: 38 WNI di depo imigrasi Malaysia positif COVID-19

Baca juga: WNI di Kuala Lumpur Shalat Id di rumah masing-masing

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020