Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan mengatakan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) seharusnya disinergikan bukan dibanding-bandingkan atau dibenturkan dengan energi terbarukan dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional.

"Bagi saya sekarang, PLTN tidak harus di head to head dengan energi yang lain terutama energi terbarukan, justru harusnya energi nuklir itu disinergikan dengan energi terbarukan," kata Anhar kepada ANTARA, Jakarta, Senin.

Energi nuklir merupakan energi baru. Menurut Anhar, baik energi nuklir maupun energi terbarukan merupakan energi bersih tanpa emisi karbon.

"Jadi untuk mengisi energi yang bersih itu pilihannya energi baru dan terbarukan. Energi barunya PLTN, kalau energi terbarukannya banyak pilihannya dari air, matahari, angin geotermal sehingga saya sering sekali mengatakan kepada teman-teman kita tidak harus berkompetisi, kita bersinergi," tutur Anhar.

Baca juga: Batan: Nuklir sebagai solusi ketahanan energi yang ramah lingkungan

Baca juga: Batan: PLTN miliki pertahanan berlapis prioritaskan keselamatan


Jika mengaitkan dengan ketahanan energi nasional, maka seluruh potensi baik energi baru maupun terbarukan harus diupayakan agar dapat mampu memenuhi kebutuhan listrik yang semakin bertambah ke depannya.

Pemerintah Indonesia menargetkan energi baru dan terbarukan menempati porsi 23 persen dari bauran energi dalam negeri pada 2025.

Anhar menuturkan tiap daerah memiliki potensi sumber energi yang berbeda, tidak bisa dikatakan semua daerah memiliki angin atau panas bumi (geotermal) yang bagus untuk dijadikan sumber energi pembangkit listrik.

Untuk itu, pembangkit listrik dibangun sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah apakah lebih cocok jika dibangun PLTN atau pembangkit listrik dengan energi terbarukan tertentu.

"Karena kita ngomong ketahanan energi nasional jadi tidak boleh diskriminasi dan Indonesia itu negara besar yang pertumbuhan ekonominya cukup bagus sehingga semua harus dipertimbangkan bahwa nanti pertimbangan nuklir itu berbeda karena mungkin ada pertimbangan lain, lokasinya harus seperti apa, mungkin berbeda dengan lokasi yang diperuntukkan oleh energi terbarukan," tutur Anhar.

Dia mengatakan tidak semua daerah memungkinkan untuk dibangun PLTN. Pemilihan lokasi tapak PLTN itu menjadi penting dan akan melalui tahapan studi dan evaluasi komprehensif dengan memprioritaskan faktor keamanan dan keselamatan bagi manusia dan lingkungan.

Sementara per Oktober 2019, Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah mengelola pembangkit listrik energi baru dan terbarukan sebesar 12,1 persen dari total bauran seluruh energi pembangkit.

Untuk mengejar persentase 23 persen energi baru terbarukan dan memperhatikan aspek lingkungan, maka tenaga nuklir bisa dipertimbangkan untuk menjadi pembangkit listrik.

"Sehingga memang peran nuklir diharapkan ke depannya bisa mengisi sebagian dari yang ingin didorong oleh pemerintah dari kebijakan energy mix (bauran energi) itu," ujar Anhar.*

Baca juga: Tepco Jepang pertimbangkan ancaman tsunami pada PLTN Fukushima

Baca juga: Batan lakukan studi kelayakan pembangunan PLTN di Kalbar

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020