SWI sudah meminta menghentikan penghimpunan dana dan penawaran investasi, sampai mendapat izin dari otoritas terkait. Tapi rupanya Autogajian ini tetap saja beroperasi dan melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat.
Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kediri, Jawa Timur, menegaskan bahwa program atau produk penawaran investasi berkedok penghimpunan dana publik oleh Yayasan Autogajian adalah ilegal dan berpotensi merugikan masyarakat yang menjadi anggotanya, dalam skala masif dan potensi kerugian besar.

Penegasan ini disampaikan Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kediri, Yudi Tri Wibowo saat dikonfirmasi wartawan seputar legalitas operasionwaal lembaga atau yayasan Autogajian yang saat ini diikuti banyak warga dengan nilai investasi jutaan rupiah per-keanggotaan tersebut.

Autogajian ini adalah satu dari belasan aktivitas usaha investasi yang dinyatakan ilegal oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) pada April 2020.

Baca juga: OJK hentikan usaha 589 pinjaman daring ilegal

OJK juga menilai bahwa Autogajian ini beroperasi dan melakukan usaha investasi uang tanpa mengantongi izin.

"Data yang kami terima dari SWI, pusatnya di Boyolangu, Tulungagung," kata Yudi Tri Wibowo menjelaskan.

Oleh karenanya, Yudi mengimbau masyarakat untuk waspada dan tidak terjebak pada penawaran investasi produk jasa keuangan yang tidak memiliki landasan legal formal semacam Autogajian.

Baca juga: Satgas Waspada Investasi temukan 105 fintech ilegal di tengah pandemi

Jika tidak, masyarakat berpotensi dirugikan. OJK sebagai lembaga pengawas produk jasa keuangan juga tidak bisa berbuat banyak jika di awal saja status kelembagaan produk jasa investasi itu ilegal.

"SWI sudah meminta menghentikan penghimpunan dana dan penawaran investasi, sampai mendapat izin dari otoritas terkait. Tapi rupanya Autogajian ini tetap saja beroperasi dan melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat," katanya.

Yudi melanjutkan apabila Autogajian tidak punya legalitas,  jika terjadi masalah OJK tidak akan bisa melakukan mediasi dan klarifikasi pada pihak-pihak terkait yang terlibat.

Masyarakat yang merasa dirugikan oleh kegiatan investasi Autogajian disarankan untuk melapor ke penegak hukum.

"Karena ilegal,  tidak di bawah pengawasan kami. Kalau ada yang merasa dirugikan, sebaiknya langsung lapor ke penegak hukum," ujarnya.

Namun, sejauh ini OJK Kediri yang juga membawahi wilayah Tulungagung secara formal belum menerima aduan dari masyarakat.

Menurut Yudi, pengaduan itu mungkin saja langsung masuk ke SWI.

Namun, kata dia, ada lembaga yang mengirim surat padanya, meminta kejelasan mengenai Autogajian.

Lembaga dimaksud adalah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tulungagung.

"Kami juga sudah jawab secara tertulis, dan kami terangkan bahwa Autogajian tidak punya legalitas," kata Yudi.

OJK juga menembuskan surat penjelasan itu ke Polres Tulungagung.

Selain tanpa legalitas, Autogajian juga menjalan skema piramida.

Jika anggota yang sudah mendaftar ingin mendapatkan penghasilan, mereka juga harus mencari anggota lain.

Dalam profil bisnis yang berhasil ditelusuri di sejumlah situs, Autogajian diperkenalkan sebagai komunitas saling berbagi.

Sistem komunitas Autogajian ini, dengan menggerakkan setiap sumberdaya anggotanya, mengklaim sebagai komunitas baru yang bergerak dan bertumbuh secara terencana, sistematis, dan masif, dengan konsepsi saling berbagi (rejeki) dan saling percaya.

Siapapun, di manapun, kapanpun, dan bagaimanapun setiap individu yang menjadi anggota komunitas Autogajian diberikan kesempatan yang sama, dengan modal awal hanya Rp150 ribu untuk dapat meraih uang tunai hingga total Rp1,2 miliar. 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020