Jakarta (ANTARA) - Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau berharap konsistensi negara dalam pengendalian tembakau sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Kami berharap pemerintah tidak terombang-ambing dalam memberikan pelindungan kepada rakyat, termasuk dalam melindungi rakyat di bidang kesehatan," kata Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau Ifdhal Kasim dalam konferensi pers secara virtual yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Ifdhal mengatakan pasti ada kekuatan-kekuatan di luar pemerintahan yang ingin mempengaruhi kebijakan negara terkait pengendalian tembakau.

Baca juga: Sosiolog: Pemerintah harus punya konsep dan prinsip tentang rokok
Baca juga: Kemenkes: 397 kabupaten/kota sudah miliki Perda Kawasan Tanpa Rokok


Menurut Ifdhal, pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah yang efektif untuk melindungi rakyat dari pengaruh yang tidak sehat, termasuk dari bahaya rokok, khususnya kepada generasi muda.

"Aksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) masih menjadi salah satu pekerjaan rumah kita. Peraturan Presiden tentang RPJMN ini berisi strategi pembangunan yang kita harapkan menjadi basis dalam mengambil langkah-langkah pelindungan masyarakat dalam kesehatan," tuturnya.

Peraturan Presiden tentang RPJMN 2020-2024 memuat kebijakan yang lebih ketat dalam pengendalian tembakau meliputi pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok; penyederhanaan struktur tarif hasil tembakau; dan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Baca juga: Kemenkes: Perlu intervensi holistik-komprehensif kendalikan tembakau
Baca juga: Kabupaten Klungkung berdayakan remaja untuk lindungi dari bahaya rokok


Koalisi menilai kebijakan pengendalian tembakau dalam Peraturan tersebut sejalan dengan komitmen global dalam pembangunan dan kerja sama internasional, misalnya pada tujuan 3a dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) yang mengamanatkan peningkatan pelaksanaan FCTC.

Kebijakan tersebut juga sejalan dengan kesempatan emas bangsa Indonesia terkait dengan bonus demografi yang akan didapat pada 2030. Konsumsi rokok yang tidak dikendalikan akan membuat Indonesia gagal meraih kesempatan emas tersebut.

Selain itu, di tengah pandemi COVID-19, kebiasaan merokok akan menyebabkan penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes, obstruksi paru, dan kanker yang merupakan kondisi yang memperburuk imunitas dan kondisi penderita COVID-19 secara umum.

Baca juga: IDAI: Dampak merokok sejak dini semakin parah
Baca juga: Forum Anak diminta ajak teman sebayanya tidak terbujuk industri rokok

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020