Jakarta (ANTARA) - Komisi B DPRD DKI Jakarta segera mengklarifikasi pembebasan lahan PT Asahimas Flat Glass seluas 20 hektare di Ancol Barat senilai Rp1,5 triliun untuk digunakan sebagai depo kereta MRT.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan pihaknya akan mengklarifikasi hal tersebut pada pihak eksekutif (Pemprov DKI Jakarta) karena Asahimas merupakan pihak ketiga yang berstatus pemegang surat Hak Pemanfaatan Lahan (HPL) dari BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro).

"Itu lahan di sana kepemilikannya seperti apa, maka itu kami juga mengundang DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) karena persoalan kepemilikan kan urusannya dengan surat dan dinas itu yang lebih berwenang," ujar Aziz di Gedung DPRD DKI, Selasa.

Aziz mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa lahan di Ancol Barat sebetulnya milik Jakpro yang "dikerjasamakan" dalam bentuk HPL dengan Asahimas. Lalu sekarang, PT MRT Jakarta berencana membebaskan lahan tersebut kepada pihak ketiga itu.

"Dari satu BUMD (Jakpro) dijual ke pihak ketiga (Asahimas). Lalu BUMD lain (MRT Jakarta) beli dari pihak tersebut, terus untuk apa? Berarti ini pemborosan anggaran negara. Apalagi kalau belinya lebih mahal, kalau lebih murah sih Alhamdulillah karena ada penghematan," ujarnya.

Namun demikian, Aziz enggan menjelaskan lebih dalam mengenai persoalan tersebut karena akan menjadi pembahasan dengan Pemprov DKI Jakarta dan BUMD terkait.

Baca juga: Pembebasan lahan Depo MRT di Ancol akan mulai dilakukan tahun 2021
Baca juga: MRT bantah tanah galian proyeknya untuk reklamasi Ancol


Persoalan itu sebetulnya akan dibahas dalam rapat kerja antara Komisi B dengan Pemprov DKI Jakarta pada Selasa ini. Namun rapat terpaksa ditunda dan akan digelar kembali pada Rabu (22/7) pagi karena tiga pejabat teras DKI tidak hadir dalam agenda tersebut.

Aziz berharap Kepala Dinas Perhubungan, Kepala DPMPTSP dan Asisten Perekonomian dan Keuangan DKI Jakarta dapat menghadiri agenda rapat berikutnya dengan tujuan agar empat BUMD, yaitu PT MRT Jakarta, PT Jakpro, PT Bank DKI dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (JAA) yang memiliki programnya masing-masing dapat saling bersinergi.

"Kami undang bukan hanya dari BUMD saja, tapi pembuat kebijakan. Contohnya Dishub, kami undang karena kaitannya dengan jalur MRT dan berkaitan juga dengan Ancol dan Jakpro," katanya.

Sebelumnya, PT MRT Jakarta membutuhkan dana sekitar Rp1,5 triliun untuk pembebasan lahan depo seluas 20 hektare di Ancol Barat, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, pada 2021 mendatang.

Sedianya pembebasan lahan untuk trase II-B jurusan Kota-Ancol ini dilakukan pada 2020, namun terpaksa ditunda karena anggaran daerah diprioritaskan untuk penanganan COVID-19.

"Rencana tahun depan (pembebasan lahan) karena tahun ini boleh dikatakan tidak ada pendanaan dari pemda," kata Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar usai rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta pada Rabu (8/6).

William mengatakan, penetapan lahan untuk pembangunan depo trase II-B telah melalui studi kelayakan (feasibility study/FS) oleh pihak konsultan. Dia berharap, dana untuk pembebasan lahan bisa dikucurkan pada tahun depan.

Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA) selaku pemberi pinjaman dana akan melakukan pengecekan lahan depo pada November 2020. JICA juga mewajibkan MRT Jakarta supaya memiliki lahan depo untuk pembangunan MRT trase II-B.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020