Jakarta (ANTARA) - Dosen IPB University Prof Dr Sulistiono mengingatkan kegiatan perikanan lobster dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber ekonomi meski dalam pengelolaannya terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian nelayan skala kecil.

Dalam diskusi yang diadakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB tentang isu perikanan lobster skala kecil, Prof. Sulistiono mengatakan poin penting dalam pengaturan kegiatan pengelolaan lobster dimulai dari data produksi yang mengalami kenaikan serta nilai ekonomi yang naik. Meski demikian terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian.

"Yang pertama dari sudut ilmu adalah tentu konservasi daerah spawning ground, kemudian konservasi daerah nursery ground, sehingga kemudian daerah tersebut menjadi lobster bank ecosystem. Jadi kegiatan penangkapan bisa dilakukan di daerah sekitar spawning ground dan nursery ground," ujar dosen Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) FPIK IPB itu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan bahwa isu lobster yang tengah ramai dibicarakan didahului munculnya beberapa pengaturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/2020, yang antara lain menyinggung mengenai pengelolaan lobster, rajungan dan kepiting bakau.

Menurut dia, terdapat enam spesies yang dijadikan sasaran penangkapan, seperti lobster mutiara, lobster hijau pasir, hingga lobster bambu. Metode yang digunakan adalah jaring insang dasar atau krendet atau bubu, yang digunakan di daerah sempit, seperti celah batu dan karang.

Namun, kata dia, terdapat risiko perusakan karang dengan penangkapan lobster menggunakan bubu ketika menyamarkan alat tangkap. Tidak hanya itu, terdapat pula potensi alat lepas dan menjadi sampah serta merugikan nelayan, kata Dr Fis Purwangka, dosen IPB University dari Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) FPIK.

"Dari sisi sosial, dampak bisnis terkait dengan ketidakpastian harga merujuk kondisi standar dari kualitas lobster karena tidak adanya pengetahuan akan standar kualitas dari nelayan. Selain itu, nelayan dapat mengalami ketergantungan atas permodalan sehingga ada kemungkinan harga menjadi jatuh," kata Fis.

Karena itu dia menegaskan diperlukan penyamaan pemahaman terkait pengetahuan nelayan serta perlunya sosialisasi dan pelatihan terkait hal tersebut.

Terkait penangkapan lobster yang terkadang dilupakan adalah aspek keberlanjutan teknologi terkait alat tangkap standar yang belum dikaji dan belum memenuhi sisi keberlanjutan, kata Prof Dr Ari Purbayanto dari Departemen PSP IPB.

Menurut dia, perikanan lobster skala kecil masih sangat bergantung dari pemenuhan kriteria-kriteria dari aspek ekologi, sosial-ekonomi, komunitas, pelaku usaha, teknologi dan kelembagaan serta bersifat spesifik sumber daya lobster atau spesies dan wilayah pengelolaan perikanan.

"Jadi tidak bisa suatu kebijakan pukul rata. Tetapi, kalau target spesiesnya sama maka bisa dilakukan. Begitu juga dalam hal estimasi stok tidak bisa pukul rata, suatu perairan ini, segini, dimana sumber dayanya. Sehingga keberlanjutan itu bisa dilakukan dengan baik pengelolaannya," ujar Ari, yang juga juga Ketua Asosiasi Profesor Indonesia (API).

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020