Layanan pesan antar makanan daring Indonesia diperkirakan tumbuh 11,5 persen setiap tahun dari 2020 hingga 2024.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengingatkan bahwa pesatnya pertumbuhan layanan pesan antar makanan daring, terutama akibat pandemi, perlu didukung oleh regulasi yang menjamin keamanan pangan.

"Layanan pesan antar makanan memberikan pilihan dan kenyamanan bagi konsumen," kata Ira Aprilianti, Kamis.

Namun, pada saat yang bersamaan, kata dia, konsumen seakan melepaskan haknya untuk memeriksa dan mengetahui bagaimana pangan yang mereka konsumsi dipersiapkan dan dikemas karena hal ini diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu pihak pengirim.

Layanan pesan antar makanan daring Indonesia diperkirakan tumbuh 11,5 persen setiap tahun dari 2020 hingga 2024.

Baca juga: Peneliti harapkan adanya regulasi yang jelas untuk perencana keuangan

Ia menyebutkan penjualan makanan berkontribusi sebesar 27,85 persen dari total penjualan e-commerce pada tahun 2018 menjadikannya kategori terbesar dalam transaksi e-commerce.

"Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun, terutama pada masa pandemi. Implementasi berbagai kebijakan pembatasan sosial membuat konsumen lebih nyaman untuk berada di tempat masing-masing," katanya.

Hal itu, menurut dia, karena layanan pesan antar makanan daring selain memperluas pilihan dan kenyamanan bagi konsumen, juga menciptakan kesempatan ekonomi bagi penjual dan pengirim.

Namun, Ira memperingatkan bahwa hal tersebut menciptakan tantangan keamanan pangan bagi konsumen yang berbeda dari transaksi secara langsung.

Menurut dia, dibutuhkan regulasi dan koordinasi antarpemangku kepentingan yang mampu menjamin keamanan pangan bagi konsumen, menciptakan rasa aman dan kepercayaan sekaligus untuk mendukung tumbuhnya sektor ini.

Baca juga: CIPS nilai peninjauan regulasi dapat kurangi beban fiskal

Selain itu, lanjut dia, mendukung tumbuhnya e-commerce di Indonesia. Misalnya, saat ini belum ada regulasi jelas terkait dengan traceability (keterlacakan) distribusi pangan dari petani ke konsumen yang dapat memetakan risiko.

Ira menilai saat ini masih belum efektif penerapan tanggung jawab untuk standar keamanan pangan, sertifikasi prapasar, dan pengawasan pascapasar yang terletak di beban Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan pemerintah kota/kabupaten juga masih belum efektif dalam implementasinya.

Guna memperkuat sistem keamanan pangan untuk layanan pesan antar daring, pemerintah kota dan kabupaten harus mengurangi hambatan, salah satunya terkait dengan pendaftaran, sebagai persyaratan untuk masuk ke pasar bagi perusahaan skala rumah tangga/kecil.

Ia memandang perlu Pemerintah melibatkan sektor swasta dalam penyusunan regulasi karena sektor swasta merupakan pihak yang terlibat langsung di dalam layanan ini.

Baca juga: CIPS: Hambatan nontarif berpotensi ancam ketahanan pangan

Kemampuan teknis platform daring beserta inisiatif yang telah mereka lakukan secara mandiri, menurut Ira, bisa menjadi masukan yang berguna pada saat perumusan regulasi.

"Selain itu, kita juga bisa belajar best practices dari Uni Eropa dan Tiongkok yang mengutamakan kolaborasi pemerintah dan sektor swasta dalam merumuskan inisiatif keamanan pangan," ucapnya.

Pewarta: M. Razi Rahman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020