Jakarta (ANTARA) - Dalam bagian awal pidatonya mengenai RUU APBN 2021 beserta nota keuangan di depan Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (14/8), Presiden Joko Widodo mengingatkan mengenai pandemi COVID-19.

"Pandemi COVID-19 telah menjadi bencana kesehatan dan kemanusiaan di abad ini yang berimbas pada semua lini kehidupan manusia. Berawal dari masalah kesehatan, dampak pandemi COVID-19 telah meluas ke masalah sosial, ekonomi, bahkan ke sektor keuangan," kata sang Kepala Negara.

Presiden mengingatkan bahwa penanganan luar biasa telah dilakukan banyak negara, seperti Jerman yang telah mengalokasikan stimulus fiskal sebesar 24,8 persen PDB-nya guna mengatasi dampak pandemi, tetapi pertumbuhannya minus 11,7 persen pada kuartal kedua 2020.

Tidak ketinggalan pula negara adidaya seperti Amerika Serikat, yang mengalokasikan stimulus fiskal hingga 13,6 persen PDB-nya, namun pertumbuhan ekonominya ternyata juga mengalami minus 9,5 persen pada kuartal kedua 2020.

Indonesia, menurut Jokowi, telah pula melakukan langkah yang luar biasa, seperti melalui UU No 2/2020, memberi relaksasi defisit APBN yang dapat diperlebar hingga di atas 3 persen selama tiga tahun.

Pada tahun 2020 ini, APBN juga telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,34 persen PDB.

Pelebaran defisit tersebut, masih menurut Presiden, dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan.

Untuk itu, Jokowi menegaskan bahwa rancangan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk pertama mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19; kedua, mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi; ketiga, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital; serta keempat, pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.

Karena akan banyak ketidakpastian, lanjutnya, RAPBN harus mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia, volatilitas harga komoditas, serta perkembangan tatanan sosial ekonomi dan geopolitik, juga efektivitas pemulihan ekonomi nasional, serta kondisi dan stabilitas sektor keuangan.

Kepala Negara juga menegaskan perlunya pelaksanaan reformasi fundamental yaitu di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, sistem penganggaran dan perpajakan. Dengan berpijak pada strategi tersebut, Pemerintah mengusung tema kebijakan fiskal tahun 2021, yaitu "Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi".

Berbagai asumsi indikator ekonomi makro yang dipergunakan pemerintah dalam RAPBN 2021 antara lain pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan akan mencapai 4,5-5,5 persen, inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 3 persen, serta rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.600 per dolar AS.

Selain itu, suku bunga SBN 10 tahun yang diperkirakan sekitar 7,29 persen. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada 45 dolar AS per barel, serta lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 705.000 barel dan 1.007.000 barel setara minyak per hari.

Defisit 5,5 persen

Dalam RAPBN tahun 2021 defisit anggaran juga direncanakan sekitar 5,5 persen dari PDB atau sebesar Rp971,2 triliun. Defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34 persen dari PDB atau sebesar Rp1.039,2 triliun.

Presiden memaparkan antara lain anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp169,7 triliun atau setara 6,2 persen APBN, diarahkan terutama untuk peningkatan dan pemerataan dari sisi suplai, serta dukungan untuk pengadaan vaksin; meningkatkan nutrisi ibu hamil dan menyusui, balita, penanganan penyakit menular, serta akselerasi penurunan stunting; perbaikan efektivitas dan keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional; serta penguatan pencegahan, deteksi, dan respons penyakit, serta sistem kesehatan terintegrasi.

Kemudian, anggaran pendidikan tahun 2021 sebesar Rp549,5 triliun atau 20 persen dari APBN akan difokuskan untuk meningkatkan kualitas SDM, kemampuan adaptasi teknologi, peningkatan produktivitas melalui pengetahuan ekonomi di era industri 4.0.

Jokowi yang juga terkenal akan pembangunan infrastruktur juga menganggarkan sekitar Rp414 triliun yang utamanya untuk pemulihan ekonomi, penyediaan layanan dasar, serta peningkatan konektivitas.

"Pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa ketersediaan dan berfungsinya infrastruktur digital menjadi sangat penting dan strategis. Dengan demikian, belanja infrastruktur diarahkan untuk penguatan infrastruktur digital dan mendorong efisiensi logistik dan konektivitas; infrastruktur padat karya yang mendukung kawasan industri dan pariwisata; serta pembangunan sarana kesehatan masyarakat dan penyediaan kebutuhan dasar, seperti air, sanitasi, dan permukiman," katanya.

Selain itu, untuk ketahanan pangan tahun 2021 dianggarkan sekitar Rp104,2 triliun, serta dukungan perlindungan sosial di tahun 2021 dianggarkan Rp419,3 triliun yang diarahkan untuk percepatan pemulihan sosial dan mendukung reformasi sistem perlindungan sosial secara bertahap.

Langkah perlindungan sosial dilakukan melalui bantuan pada masyarakat melalui program keluarga harapan, kartu sembako, bansos tunai, dan kartu pra kerja; mendorong program reformasi perlindungan sosial yang komprehensif berbasis siklus hidup dan antisipasi aging population (populasi menua); penyempurnaan data terpadu DTKS dan perbaikan mekanisme penyaluran program perlindungan sosial, serta penguatan monitoring dan evaluasi.

Kepala Negara menilai bahwa reformasi sistem perlindungan sosial secara bertahap ini sangat penting dalam mendukung upaya pengentasan kemiskinan ekstrem pada tahun 2024.

Pemulihan ekonomi

Jokowi juga mengemukakan bahwa seiring dengan pentingnya kelanjutan Pemulihan Ekonomi Nasional, pada RAPBN tahun 2021 telah dialokasikan anggaran sekitar Rp356,5 triliun, yang diarahkan untuk penanganan Kesehatan dengan anggaran sekitar Rp25,4 triliun untuk pengadaan vaksin antivirus, sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium, litbang, serta bantuan iuran BPJS untuk PBPU.

Kedua, perlindungan sosial pada masyarakat menengah ke bawah sekitar Rp110,2 triliun, melalui program keluarga harapan, kartu sembako, kartu pra kerja, serta bansos tunai.

Ketiga, sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda dengan anggaran sekitar Rp136,7 triliun, yang ditujukan untuk peningkatan pariwisata, ketahanan pangan dan perikanan, kawasan industri, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah, serta antisipasi pemulihan ekonomi.

Keempat, dukungan pada UMKM sekitar Rp48,8 triliun, melalui subsidi bunga KUR, pembiayaan UMKM, penjaminan serta penempatan dana di perbankan. Kelima, pembiayaan korporasi sekitar Rp14,9 triliun, yang diperuntukkan bagi lembaga penjaminan dan BUMN yang melakukan penugasan.

Keenam, insentif usaha sekitar Rp20,4 triliun, melalui pajak ditanggung pemerintah, pembebasan PPh impor, dan pengembalian pendahuluan PPN.

Selain itu, terdapat pula alokasi anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang direncanakan sebesar Rp796,3 triliun, dengan arah kebijakan antara lain untuk mendukung langkah pemulihan ekonomi sejalan dengan prioritas nasional, melalui pembangunan aksesibilitas dan konektivitas kawasan sentra pertumbuhan ekonomi, dukungan insentif kepada daerah untuk menarik investasi, perbaikan sistem pelayanan investasi, dan dukungan terhadap UMKM.

Kemudian, arah kebijakan lainnya terkait TKDD adalah mengoptimalkan pemanfaatan dana bagi hasil dalam rangka mendukung penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta pemulihan ekonomi dampak COVID-19.

Selanjutnya, mengarahkan 25 persen dari dana transfer umum untuk mempercepat program pemulihan ekonomi daerah dan pembangunan SDM, serta memfokuskan penggunaan dana insentif daerah (DID) untuk digitalisasi pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan UMKM.

Terdapat pula arah untuk refocusing dan simplikasi jenis, bidang, dan kegiatan DAK fisik yang bersifat reguler dan penugasan. DAK non-fisik juga mendukung penguatan SDM pendidikan melalui dukungan program merdeka belajar, serta tambahan sektor strategis lainnya, seperti dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak, dana fasilitasi penanaman modal, serta dana pelayanan ketahanan pangan.

Terakhir, mempertajam alokasi dana desa untuk pemulihan ekonomi desa dan pengembangan sektor prioritas, seperti: teknologi informasi dan komunikasi, pembangunan desa wisata, dan mendukung ketahanan pangan.

"Dalam lima tahun terakhir, hasil dari pemanfaatan anggaran TKDD telah dirasakan oleh masyarakat melalui peningkatan kinerja pelayanan dasar publik, seperti akses rumah tangga terhadap air minum dan sanitasi layak, serta persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan. Tingkat kesenjangan di wilayah perdesaan juga menurun yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya rasio gini dari 0,316 pada tahun 2016 menjadi 0,315 pada tahun 2019. Demikian juga dengan persentase penduduk miskin di perdesaan, turun dari 13,96 persen pada tahun 2016 menjadi 12,60 persen pada tahun 2019," ucapnya.

Kebijakan kontrasiklus

Presiden juga memaparkan bahwa defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dan dikelola secara hati-hati. Pembiayaan utang dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical (kontrasiklus) dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi.

Kepala Negara menegaskan bahwa pengelolaan utang yang hati-hati selalu dijaga Pemerintah secara konsisten. Pembiayaan defisit RAPBN tahun 2021 akan dilakukan melalui kerja sama dengan otoritas moneter, dengan tetap menjaga prinsip disiplin fiskal dan disiplin kebijakan moneter, serta menjaga integritas, kredibilitas, dan kepercayaan pasar surat berharga pemerintah.

"Komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat utang tetap dalam batas yang terkendali. Pemerintah terus meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur pasar Surat Berharga Negara (SBN), diversifikasi, dan mendorong penerbitan obligasi/sukuk daerah," paparnya.

Seusai pidato Presiden, Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai Rancangan APBN (RAPBN) 2021 cukup ekspansif dan konsolidatif sehingga diharapkan menjadi kebijakan yang kontrasiklus (countercyclical) dengan tren perlambatan ekonomi saat ini, dan mampu berbalik untuk mendorong pemulihan ekonomi.

“RAPBN 2021 menjalankan fungsi yang sangat penting sebagai kontrasiklus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui reformasi APBN,” kata Dito kepada Antara mengenai postur belanja dan pembiayaan di RAPBN 2021, di Jakarta, Jumat.

Dito mengingatkan dengan defisit yang melebar, maka belanja harus diperbaiki kualitasnya. Pemerintah harus bisa memastikan belanja pemerintah dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan kesehatan yang memadai.

Selain itu, Dito meminta pemerintah memastikan efektivitas bauran program kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan masalah kesehatan yang disebabkan oleh COVID-19.

UMKM

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani mendorong pemerintah untuk mengarahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 pada pemulihan sektor UMKM dan padat karya.

"Hampir 60 persen PDB nasional bersumber dari sektor UMKM dan 97 persen tenaga kerja nasional menggantungkan hidupnya dari sektor ini," ujar Puan dalam pidatonya pada Rapat Paripurna pembukaan masa persidangan I Tahun 2020-2021 dalam rangka penyampaian pidato Presiden RI mengenai RUU APBN 2021 di di Ruang Sidang Paripurna, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Menurut Puan, sektor UMKM semestinya memainkan peran krusial dalam program pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi COVID-19.

Oleh karena itu, ujar dia, campur tangan pemerintah pada UMKM dengan memberikan program bantuan dan penguatan sangat diperlukan.

Sebagaimana diwartakan, Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus benar-benar membuat berbagai UMKM dapat didorong agar masuk ke dalam pasar digital global.

"Di era ekonomi digital ini, UMKM-UMKM mau tak mau harus didorong untuk masuk pasar digital. Ceruk pasar ini masih terbuka sangat lebar. Dari sekitar 60 jutaan UMKM di Indonesia, baru sekitar 3,379 juta UMKM yang masuk pasar digital. Artinya baru sekitar 8 persenan," kata Abdul Muhaimin Iskandar.

Apalagi, ujar dia, UMKM yang saat ini jumlahnya mencapai 64 juta ini adalah sektor yang paling terdampak saat pandemi, sehingga Pemerintah perlu memperhatikan nasib UMKM karena selama ini UMKM telah menjadi penyangga masalah ketenagakerjaan di Indonesia.

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina menegaskan, Pemerintah dinilai perlu mendorong percepatan penyaluran berbagai insentif dan bantuan terutama bagi UMKM yang terdampak pandemi COVID-19.

Nevi Zuairina dalam momen Hari UMKM Nasional yang diperingati setiap tanggal 12 Agustus 2020 menyatakan, pemerintah diminta untuk dapat mempercepat realisasi penyaliran Bantuan UMKM terutama yang terdampak COVID-19.

Dalam bagian akhir pidatonya, Presiden Jokowi mengutarakan harapannya agar pembahasan RAPBN tahun 2021 dapat dilakukan secara konstruktif demi mewujudkan Indonesia yang maju, bermartabat, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020