Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis media internet paling banyak melakukan pelanggaran iklan produk pangan dan farmasi selama pandemi COVID-19.

Siaran pers (BPOM) yang diterima di Jakarta, Kamis, menyebut media internet mendominasi jumlah pelanggaran terbesar yaitu sebesar 74 persen dibanding media jenis lainnya.

"Pada masa pandemi COVID-19 karena kebijakan untuk tetap di rumah telah dicanangkan sehingga masyarakat lebih mudah mengakses segala informasi melalui media internet seperti media sosial, marketplace dan lain-lain," kata Kepala BPOM Penny Lukito.

Pelanggaran itu, kata dia, disusul dengan media jenis lain yaitu televisi 13 persen, media cetak enam persen dan media luar ruang lima persen.

Baca juga: KSAD: obat COVID-19 masih menunggu hasil review BPOM

Baca juga: Unair siap sempurnakan uji klinis obat COVID-19 sesuai BPOM


Penny mengatakan berdasarkan Patroli Siber 2020, BPOM telah mengajukan 40.496 rekomendasi penutupan platform situs, media sosial maupun "e-commerce" kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA).

"Dari jumlah tersebut, 1.643 di antaranya adalah link/situs terkait pangan olahan," katanya.

Kepala BPOM mengatakan internet sangat mudah diakses oleh masyarakat saat ini sehingga iklan produk di dunia maya sangat mudah diakses tetapi justru banyak terjadi pelanggaran di situ.

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tren belanja daring yang cukup tinggi selama masa pandemi yaitu sebesar 42 persen.

BPOM, kata Penny, terus berupaya memastikan produk yang beredar terutama melalui medium internet agar tetap diikuti dengan upaya peningkatan keamanan pangan yang beredar melalui pengawasan.*

Baca juga: BPOM: Ada gap kritis obat COVID-19 Unair

Baca juga: BPOM periksa validitas riset obat COVID-19 Unair

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020