Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta mendukung revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 karena pengaturan penyiaran digital harus dilakukan komprehensif.

"Pengaturan penyiaran digital harus komprehensif dan ini bisa dilakukan dengan revisi UU Penyiaran. Oleh karena itu, saya terus mendorong revisi UU Penyiaran masuk kembali ke dalam Prolegnas pada tahun-tahun mendatang untuk menjawab tantangan zaman," kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: KPI: Revisi UU Penyiaran penting kuatkan fungsi pengawasan

Sukamta mendukung agar Indonesia mempersiapkan perangkat aturan dan infrastruktur penyiaran digital karena dirinya sejak awal sudah memprediksi dunia digital bisa menjadi rimba belantara yang tidak memiliki aturan jika hukum dan perundangan-undangan yang ada belum memadai.

Wakil Ketua Fraksi PKS itu menjelaskan bahwa kekhawatiran rekan-rekan pelaku industri penyiaran swasta juga dipahami bahwa asas keadilan dalam persaingan usaha bidang penyiaran juga harus terjamin.

Namun, menurut dia, pengaturan penyiaran digital tidak bisa dilakukan secara parsial hanya dengan mengubah satu atau beberapa pasal saja melalui putusan MK namun harus mengubah banyak pasal.

Baca juga: HIPMI dukung media berbasis internet diatur dalam revisi UU Penyiaran

"Misalnya, bagaimana soal migrasinya, bagaimana soal penyiarannya 'single' atau 'multimux', siapa yang menyelenggarakannya, bagaimana dengan kewenangan KPI, dan seterusnya. Malah berbahaya jika aturan soal penyiaran digital ini hanya diatur secara parsial begitu," ujarnya.

Oleh karena itu, dia menilai solusinya yaitu revisi UU Penyiaran untuk mengaturnya secara komprehensif. Dirinya dan anggota Komisi I DPR mendorong agar pembahasan revisi UU Penyiaran segera selesai dibahas dan sebenarnya drafnya sudah selesai di Panja Komisi I.

Menurut dia, permasalahan muncul ketika pembahasan di Baleg yang menemui jalan buntu terkait model migrasi digital manakah yang dipakai, "single-mux" atau "multi-mux".

Baca juga: Revisi UU Penyiaran dinilai perlu komprehensif

"Akibatnya hingga sekarang terdapat kekosongan hukum, siaran-siaran digital lewat internet tidak bisa kita hukumi dengan UU Penyiaran yang 'existing'. Mudah-mudahan revisi UU Penyiaran bisa kembali mulai kita bahas tahun depan," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020