Bercocok tanam padi huma untuk mempertahankan kemandirian pangan
Lebak (ANTARA) - Warga Badui Dalam yang tinggal di Kampung Cibeo, Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Banten berjalan kaki hingga ratusan kilometer memburu tupai untuk dijadikan syarat upacara penanaman padi huma di ladang.

"Kami hari ini berencana memburu tupai ke wilayah Pandeglang," kata Asmin bersama temannya saat melepas lelah sambil beristirahat di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak, Kamis.

Perjalanan untuk memburu tupai atau "buut" dimulai sejak Rabu (30/9) subuh dan diperkirakan kembali ke kampung Cibeo kawasan Badui Dalam Senin (5/10), sebab jika pulang hari Selasa dilarang secara adat.

Kewajiban memburu tupai yang kerapkali binatang memakan buah kelapa itu dilakukan saat tibanya menanam padi huma secara serentak, ujarnya.

Kehidupan masyarakat Badui mengandalkan ketahanan pangan dengan bercocok tanam di lahan ladang untuk menanam padi, hortikultura dan palawija.

"Kami sudah biasa jika melaksanakan gerakan tanam di ladang memburu tupai untuk dijadikan syarat upacara oleh "Puun" atau tokoh adat itu," katanya menjelaskan.

Menurut dia, dirinya bersama delapan orang itu berjalan kaki menempuh perjalanan sekitar 160 kilometer dan melakukan perburuan di wilayah pedalaman Pandeglang.

Selama ini, wilayah pedalaman Pandeglang masih banyak ditemukan populasi tupai dibandingkan di wilayah Lebak.

Perburuan tupai itu, kata dia, dirinya menggunakan jaring karena binatang tupai membahayakan bila ditangkap dengan tangan.

"Kami memburu tupai itu dengan jaring karena lebih aman," katanya menjelaskan.

Begitu juga Pulung yang juga teman Asmin mengatakan dirinya berjalan kaki hingga ratusan kilometer sudah biasa dilakukannya, karena warga Badui Dalam kemanapun berpergian dilarang menggunakan kendaraan.

Saat ini, dirinya tengah memasuki musim tanam padi huma sehingga wajib memburu tupai untuk dijadikan syarat upacara adat tersebut.

"Kami memburu tupai ke wilayah Pandeglang, sebab populasi binatang itu masih banyak ditemukan di sekitar hutan," katanya menjelaskan.

Ia mengatakan, masyarakat Badui Dalam jika memasuki tanam padi huma dilakukan awal Oktober 2020 maka panen berlangsung enam bulan ke depan tepatnya April 2021.

Sebab, benih padi huma yang ditanam petani Badui Dalam itu benih lokal dan bukan dari bantuan pemerintah.

Penanaman padi huma di kawasan Badui Dalam hingga kini menggunakan pupuk organik dari sisa pembakaran rumput ilalang saat membuka ladang.

"Produksi pertanian padi huma Badui Dalam itu benar-benar organik dan tidak terpapar pupuk kimia," katanya.

Baca juga: Kementan apresiasi ketahanan pangan masyarakat Baduy pedalaman

Baca juga: Warga Baduy berpretasi dalam pelestarian hutan


Sementara itu, tetua adat yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jaro Saija mengatakan saat ini masyarakat Badui Dalam dan Badui Luar mengandalkan ketahanan pangan keluarga dari hasil pertanian padi huma.

Selama ini, warga Badui belum pernah mengalami kerawanan pangan, karena setiap panen padi huma disimpan di lumbung-lumbung pangan atau leuit.

Saat ini, ujarnya, jumlah lumbung pangan tercatat 405 lumbung dan setiap lumbung dapat menampung gabah antara empat sampai lima ton.

Karena itu, masyarakat Baduy yang berpenduduk 11.620 jiwa dan terdiri dari 5.870 laki-laki dan 5.570 perempuan terpenuhi kebutuhan pangannya.

"Kami terus mengembangkan bercocok tanam padi huma untuk mempertahankan kemandirian pangan. Penanaman padi huma itu dilakukan setiap setahun sekali dengan masa panen selama enam bulan," kata dia.

Baca juga: 19 warga baduy dalam terjangkit frambusia

Baca juga: Wisatawan dilarang memasuki Baduy selama tradisi Kawalu

 

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020