Jakarta (ANTARA) - Wakil Sekretaris Jenderal DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Rivai Kusumanegara menilai revisi Undang-Undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2020 harus dikaji ulang karena menimbulkan konflik kepentingan.

“Konflik kepentingan di sini adalah di satu sisi (jaksa) berperan menuntut tindak pidana, namun di sisi lain dapat menjadi konsultan hukum kementerian atau pemda hingga mendampingi dalam persidangan perdata dan tata usaha negara,” kata Rivai dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Rivai mencontohkan, bisa saja terjadi kasus di mana jaksa bidang pidana khusus menuntut secara pidana suatu pemerintah daerah, tetapi dalam rangka pembelaan, jaksa bidang perdata dan tata usaha negara (TUN) dapat menguji kewenangan pemerintah daerah berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan ke PTUN.

Baca juga: Soal RUU Kejaksaan, pakar: Jaksa tak bisa ambil alih fungsi penyidikan

“Kalau diibaratkan anatomi manusia, tangan kiri menuntut namun tangan kanan membela. Maka, timbul konflik kepentingan,” ujar dia.

Selain itu, kata Rivai, konflik kepentingan ini juga bisa menyebabkan jaksa tergelincir, seperti pada kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap jaksa pada Kejari Yogyakarta terkait proyek yang diawasi oleh Tim Pengawalan, Pengamanan, Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D) pada 2019 lalu.

“Awalnya mereka bertugas memberi konsultasi dan nasihat hukum bagi kementerian dan pemda dalam mengawal proyek-proyek pemerintah,” ujar dia.

Lebih lanjut, Rivai juga meminta agar dalam RUU Kejaksaan turut diatur pembatasan peran jaksa pengacara negara.

Baca juga: Pakar menilai RUU Kejaksaan meringankan kontrol terhadap Jaksa

Menurut dia, peran jaksa pengacara dibatasi sebatas mewakili negara dan pemerintah saja, sehingga jaksa pengacara negara tidak dapat lagi menangani BUMN/BUMD maupun masyarakat.

“Pelarangan menangani BUMN/BUMD dan masyarakat serta amanat pembentukan kode etik jaksa pengacara negara sebaiknya dicantumkan dalam penjelasan Pasal 30 RUU Kejaksaan,” kata dia.

Diketahui, dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Baca juga: Pakar hukum sebut RUU Kejaksaan seperti kembali ke hukum Kolonial

Sementara Pasal 1 Ayat (4 ) RUU Kejaksaan tertulis bahwa jaksa adalah suatu profesi yang memiliki tugas dan wewenang yang bersifat keahlian teknis di bidang pidana, perdata dan tata usaha negara, di bidang ketertiban dan ketentraman umum, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kerja sama hukum internasional, dan di bidang mahkamah konstitusi serta tugas-tugas lain berdasarkan undang-undang.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020