Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali peran aktif mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (ISE) dalam kasus korupsi pengadaan paket penerapan KTP-elektronik (KTP-el).

Penyidik KPK, Senin, memeriksa Isnu dalam kapasitasnya sebagai saksi sekaligus tersangka kasus KTP-el.

"Penyidik menggali keterangan yang bersangkutan mengenai peranan aktifnya selaku Dirut Perum PNRI dalam perkara korupsi terkait pengadaan KTP-el yang diselenggarakan oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri Tahun Anggaran 2011 sampai dengan Tahun Anggaran 2013," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Baca juga: KPK panggil mantan Dirut PNRI sebagai tersangka kasus KTP-el

Diketahui dalam proyek KTP-el tersebut, Isnu yang juga merupakan Ketua Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

"Di mana PNRI sebagai 'leader' dari Konsorsium PNRI. Konsorsium PNRI adalah pemenang lelang sekaligus pelaksana proyek KTP-el," ucap Ali.

Isnu bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi KTP-el.

Tiga tersangka lainnya, yakni mantan Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF), Anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PST).

Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: KPK panggil saksi kasus KTP-el untuk tersangka mantan Dirut PNRI

Adapun peran dari tersangka Isnu disebut bahwa pada Februari 2011 setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang KTP-el, pengusaha Andi Agustinus dan tersangka Isnu menemui mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek KTP-el.

Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI. Kemudian tersangka Isnu, tersangka Paulus, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI.

Selanjutnya, pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

Pada pertemuan selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di konsorsium PNRI.

Andi Agustinus, Paulus, dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan konsorsium PNRI maka ada komitmen "fee" untuk pihak di DPR RI, Kemendagri, dan pihak lain.

Baca juga: KPK panggil bekas Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni kasus KTP-el

Tersangka Isnu juga sempat menemui tersangka Husni untuk konsultasi masalah teknologi dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik KTP-el pada 2009.

Tersangka Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun. Pada 30 Juni 2011, Konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan KTP-el Tahun Anggaran 2011-2012.

Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek KTP-el itu.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020