Jakarta (ANTARA) - Dalam Rapat Kerja Satgas 115 yang digelar di Bandung, Jawa Barat, pada pertengahan Oktober 2020, terungkap fakta bahwa banyak kapal ikan asing yang ditangkap saat melakukan penangkapan ikan secara ilegal di kawasan Laut Natuna Utara.

Salah satu pembicara dalam rapat tersebut, yaitu Direktur Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Denny Abdi menyatakan bahwa kapal berbendera Vietnam yang ditangkap di kawasan perairan Indonesia, sebagian besar ditangkap di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.

Denny mengemukakan bahwa banyaknya kapal Vietnam yang melakukan illegal fishing di kawasan itu tak lepas dari adanya tumpang tindih klaim di perairan tersebut.

Berdasarkan data KKP, sejak Oktober 2019, KKP telah menangkap 74 kapal pelaku pencuri ikan dan 27 di antaranya adalah kapal berbendera Vietnam.

Kapal-kapal Vietnam tersebut sebagian besar diringkus di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 atau di wilayah Perairan Laut Natuna Utara, Kepri.

Baca juga: Sentra kelautan perikanan Natuna perlu penguatan digitalisasi

Denny berpendapat bahwa untuk mengatasi maraknya kasus penangkapan ikan ilegal oleh Vietnam, Indonesia bisa melakukan beberapa langkah, termasuk memperkuat memperkuat sektor perikanan di Natuna guna mengimbangi Vietnam yang telah menyiapkan sektor serupa di bagian selatan negara tersebut.

Sedangkan langkah berikutnya adalah menjajaki peluang kerja sama dengan pelaku usaha di Vietnam, serta memperkuat penjagaan di perairan Natuna Utara.

Pemerintah Indonesia sendiri saat ini juga sedang berupaya untuk melakukan percepatan negosiasi terkait dengan ZEE kedua negara.

Terkait dengan maraknya kapal Vietnam yang ditemukan menangkap ikan secara ilegal di kawasan Laut Natuna, Koordinator Nasional DFW-Indonesia, Moh Abdi Suhufan menyatakan hal itu perlu mendapat perhatian secara serius pemerintah Indonesia.

Abdi Suhufan juga mencatat bahwa aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh aparat Indonesia kerap kali mendapat perlawanan oleh kapal Vietnam dengan menabrakkan diri yang merupakan hal berbahaya dan perlu antisipasi yang tinggi.

Untuk itu, ujar dia, otoritas pengawasan pemerintah Indonesia perlu meningkatkan intensitas operasi pengawasan di laut Natuna Utara.

Menurut dia, laut Natuna semakin rawan karena meningkatnya eskalasi di Laut Cina Selatan akhir-akhir ini. Pemerintah perlu merespon secara hati-hati dan tegas sebab selain pencurian ikan, juga terjadi pelanggaran kedaulatan dengan masuknya kapal China di wilayah laut Indonesia.

Sementara itu, peneliti DFW-Indonesia, Muh Arifuddin mengatakan kerawanan pencurian ikan di Natuna perlu direspon dengan meningkatkan pengawasan, termasuk dengan upaya kombinasi patroli laut dan udara dalam unsur pengawasan.

Dia juga menyarankan agar patroli dan latihan gabungan militer Indonesia dijadwalkan secara rutin agar kehadiran unsur militer Indonesia bisa untuk lebih diperlihatkan.

Diplomasi

Selain meningkatkan pengawasan, maka upaya lainnya yang juga perlu untuk dilakukan adalah dengan menggunakan sarana diplomasi dari kedua negara.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI Edhy Prabowo telah menerima Duta Besar Vietnam untuk Indonesia, Pham Vinh Quang, dalam pertemuan di Jakarta guna membahas antara lain tentang pencurian ikan.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada 16 Oktober 2020 itu, diupayakan solusi agar pencurian ikan di laut Indonesia oleh nelayan Vietnam tidak lagi terjadi.

Edhy tidak ingin praktik penangkapan ikan secara ilegal di kawasan perairan RI, terus terjadi memicu masalah bilateral dua negara di kemudian hari.

Dalam menangkap kapal asing, Menteri Edhy memastikan tidak pandang bulu, yaitu setiap kapal ikan asing yang melakukan pencurian ikan di laut Indonesia pasti menjadi target tim patroli KKP. "Kami hanya menjalankan tugas, dan tercatat yang paling banyak ditangkap kapal Vietnam," papar Edhy.

Baca juga: Pengamat: Penguatan sentra perikanan Natuna prioritaskan nelayan lokal

Mengenai banyaknya kapal ikan Vietnam masuk wilayah laut Indonesia, Pham Vinh ikut menyesalkan.

Perdana Menteri Vietnam sudah memerintahkan kepada jajaran hingga tingkat terbawah untuk memberikan edukasi ke nelayan agar tidak menangkap ikan di wilayah perairan negara lain. Namun diakui Dubes Vietnam, masih ada nelayan membandel dengan alasan untuk bertahan hidup khususnya di masa pandemi COVID-19.

Pham Vinh sekaligus berterima kasih ke Pemerintah Indonesia, khususnya KKP karena memperlakukan dengan baik awak kapal Vietnam yang ditangkap.

Sentra terpadu

KKP sendiri sebenarnya juga telah membangun sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Natuna, yang juga rencananya tidak hanya melalui pengembangan fisik tetapi diharapkan juga dengan memperkuat dalam aspek digital.

Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Daya Saing dan Nilai Tambah Industri Kelautan dan Perikanan Rina Saadah mengingatkan, penguatan digitalisasi SKPT Natuna penting antara lain guna menyasar kalangan milenial.

Apalagi, masih menurut dia, potensi sektor kelautan dan perikanan di Natuna sangat luar biasa namun sayangnya masih belum dapat bersaing dengan sektor perdagangan dan perindustrian.

Sementara itu, Penasihat Mentari Kelautan dan Perikanan Bidang Daya Saing SDM, Inovasi Teknologi dan Riset Rokhmin Dahuri menjelaskan pembangunan yang dilaksanakan di SKPT Natuna sudah sejalan dengan program Presiden Jokowi yang menginginkan perekonomian bergerak di poros maritim.

Menurut Rokhmin, pembangunan SKPT Natuna sangat penting sebagai ujung tombak daerah perbatasan untuk mempertahankan kedaulatan dan menyejahterakan rakyat dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi kelautan dan perikanan.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu berpendapat bahwa beberapa aspek yang penting dalam membangun SKPT Natuna antara lain adalah potensi kelautan dan perikanan yang belum dimanfaatkan optimal.

Sementara itu, Pengamat sektor kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, program penguatan sentra perikanan di Natuna perlu lebih memprioritaskan kepentingan nelayan lokal.

Menurut Abdul Halim, penguatan kapasitas nelayan luar daerah untuk pergi ke Natuna justru kontraproduktif, karena dinilai yang lebih baik adalah memobilisasi dan meningkatkan kemampuan nelayan setempat.

Abdul Halim juga menekankan pentingnya sentra penangkapan ikan di Natuna terintegrasi dengan kegiatan pengolahan ikan berskala internasional.

Bila hal tersebut dilakukan lanjutnya, maka kemajuan industri perikanan di dalam negeri, khususnya di WPP-NRI 711, tinggal menunggu waktu.

KKP juga telah mengupayakan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna dengan menggenjot kapasitas nelayan melalui inovasi teknologi alat penangkapan ikan bubu lipat.

Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Ridwan Mulyana mengungkapkan, pelatihan inovasi bubu lipat merupakan pembinaan dan pemberdayaan nelayan yang selaras dengan pembangunan fisik dan pengoptimalan fasilitas di SKPT Natuna yang telah dimulai sejak 2015.

KKP juga terus mengupayakan pembangunan SKPT Natuna terus diupayakan untuk menggenjot perekonomian dan menjadi pertumbuhan baru di wilayah perbatasan. Selain fasilitas fisik, SKPT Natuna menyediakan dua fasilitas layanan secara terpadu untuk penerbitan persetujuan berlayar, laik operasi kapal, karantina ikan dan lainnya, termasuk fasilitas pemasaran ikan di Tempat Pemasaran Ikan di Pelabuhan Perikanan Selat Lampa.

Pemerintah pusat dan daerah juga terus bersinergi agar kapal perikanan yang melakukan penangkapan ikan di WPPNRI 711 mendaratkan ikannya di SKPT Natuna. Saat ini KKP juga tengah membangun pasar ikan di Kota Ranai Natuna, yang mendapatkan dukungan pembiayaan melalui dana hibah langsung Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).

Dengan berbagai langkah tersebut, bila benar-benar terwujud dengan baik dan diterapkan secara tepat, maka komoditas perikanan di Laut Natuna ke depannya akan betul-betul terjaga untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020