Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Achmad mengatakan penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung harus tetap berjalan di masa pandemi COVID-19, meski demikian aspek ekonomi harus tetap dikedepankan.

“Aspek ekonomi harus dikedepankan. Selain upaya menegakkan keadilan, penegakan hukum di sektor ekonomi harus mempertimbangkan aspek kemanfaatan sehingga tidak timbul kegaduhan,” ujar Suparji dalam webinar “Urgensi Penegakan Hukum kasus Perbankan Vs Menjaga Stabilitas Perekonomian Nasional”, Jumat.

Dia lalu mencontohkan penegakan hukum di sektor perbankan yang harus dilakukan secara lebih hati-hati dan cermat karena merupakan bisnis kepercayaan.

“Jangan sampai penegakan hukum justru mengganggu perekonomian. Ada pegawai bank saja yang ditangkap, itu sudah pasti rusak citra bank itu,” katanya.

Baca juga: IPADI: PSBB butuh dukungan digitalisasi ekonomi-penegakan hukum

Suparji juga mencontohkan kasus gratifikasi yang baru-baru ini terjadi pada salah satu bank BUMN, di mana salah satu mantan direktur utama bank plat merah itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.

Suparji menilai langkah Kejagung yang memproses mantan dirut tersebut saat yang bersangkutan sudah pensiun dari perbankan sudah tepat.

"Kita tidak tahu apakah memang tindakan (menetapkan tersangka) itu karena pertimbangan apa, tapi ini menunjukkan bahwa Kejaksaan melakukan penegakan hukum dengan mempertimbangkan agar tidak ada kegaduhan yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan merosot," ujarnya.

Dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) itu, dia berharap penegak hukum mampu mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas, alih-alih mengedepankan aspek pemidanaan.

“Seharusnya upaya-upaya penyelesaian di luar pengadilan harus dikedepankan,” ucap Suparji.

Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) RI Ibnu Mazjah menambahkan penegakan hukum dan ekonomi harus mampu berjalan selaras di masa pandemi COVID-19.

Berdasarkan laporan yang diterima Komjak dari Lapdumas (laporan pengaduan masyarakat) Kejaksaan, dugaan pelanggaran dalam penanganan kasus perbankan yang diterima Komjak tidak terlalu signifikan.

“Mudah-mudahan ini bisa menjadi indikator bahwa tugas-tugas pelaksanaan penegakan hukum di sektor perbankan sudah benar (memperhatikan) aspek ekonomi,” kata Ibnu.

Baca juga: Mahfud: Penegakan hukum harus digalakkan di tengah pandemi COVID-19

Dia pun mengingatkan agar Kejaksaan bisa mengedepankan aspek pencegahan dalam penegakan hukum di sektor perbankan.

Langkah ini, kata dia, bisa meningkatkan kepercayaan di sektor perbankan yang notabene menjadi salah satu pendukung perekonomian Indonesia.

“Pemidanaan itu adalah upaya terakhir. Yang harus ditekankan dalam pemberantasan korupsi adalah penyelamatan aset,” katanya.

Lebih lanjut, Ibnu tidak mempermasalahkan jika Kejaksaan melakukan upaya pemidanaan dalam penegakan hukum di sektor perbankan.

Prasyaratnya harus terbukti adanya unsur mens rea (niat jahat) terlebih dahulu, bukan hanya berdasarkan pada perbuatan formil.

“Tapi kalau memang tidak ada mens rea, sebaiknya seluruh persoalan-persoalan hukum itu diselesaikan secara 'win-win solution',” kata Ibnu

Dalam kesempatan itu Ibnu juga menyinggung mengenai kemungkinan adanya perusahaan jasa keuangan yang runtuh karena dampak pandemi COVID-19.

Jika terdapat perusahaan keuangan yang mengalami hal demikian, Ibnu menyarankan agar Kejaksaan melakukan pendekatan yang lebih persuasif dengan melibatkan institusi pemerintah terkait guna merevitalisasi perusahaan tersebut, alih-alih langsung melakukan eksekusi aset.

“Dengan begitu, perusahaan jasa keuangan yang runtuh itu bisa hidup kembali dan bisa mendukung perekonomian,” ujar Ibnu.

Baca juga: Polri: Penegakan hukum tetap kedepankan "physical distancing"

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020