besarnya program PSR yang diselenggarakan pemerintah telah memicu tumbuhnya sentra-sentra usaha baru di bidang perbenihan, khususnya para penangkar baru.
Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan Penangkar Benih Tanaman Perkebunan Indonesia (PPBPTI) berharap pemerintah menetapkan standar kompetensi dalam pengadaan benih dalam Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang akan menjadi acuan bagi para penangkar, khususnya penangkar baru.

Sekretaris Jenderal PPBTPI Rusbandi menyatakan besarnya program PSR yang diselenggarakan pemerintah telah memicu tumbuhnya sentra-sentra usaha baru di bidang perbenihan, khususnya para penangkar baru.

"Namun, hal ini tidak dibarengi dengan adanya standardisasi kompetensi penangkar sehingga dikhawatirkan akan berdampak, baik pada penangkar maupun keberhasilan program PSR," ujarnya melalui keterangan di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: BPDPKS proyeksi produksi CPO capai 52,30 juta ton pada 2021

Standar yang diberlakukan ini, lanjutnya, kemudian menjadi materi pelatihan terkait kompetensi standar yang harus dimiliki para penangkar.

"Kompetensi standar inilah yang harapan kami juga disertifikasi oleh lembaga sertifikasi profesi sehingga masing-masing penangkaran punya sertifikat,” katanya.

Menurut Rusbandi, dengan adanya standardisasi dan sertifikasi ini diharapkan para penangkar bisa melakukan perencanaan dengan lebih baik dan bekerja dengan lebih efisien.

“Di samping itu, serta produksi benih siap salur hasil penangkarannya pun diharap bisa meningkat baik dari segi mutu maupun jumlah,” katanya.

Baca juga: Dana pungutan ekspor sawit pada 2021 diproyeksikan capai Rp45 triliun

Selain penetapan standardisasi oleh pemerintah, Rusbandi juga 1berharap bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi pemasok benih kecambah bagi para penangkar bisa turut ambil bagian dalam program standardisasi kompetensi ini.

Perusahaan-perusahaan tersebut bisa menjadi penyedia pelatihan kompetensi penangkar sehingga para penangkar tidak lagi kebingungan untuk mencari tempat pelatihan.

“Produsen (benih) juga harus ikut bertanggung jawab dalam rangka tersedianya benih (yang memenuhi) standar (mutu). Maka, tanggung jawab dilakukan dengan meng-guide menyiapkan para mitranya termasuk penangkar ini,” katanya..

Hal itu, lanjutnya, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/2015 pasal 13 butir C yang menyebutkan usaha produksi benih tanaman perkebunan wajib memiliki usaha produksi benih dengan kriteria memiliki tenaga ahli dan/atau terampil di bidang perbenihan.

Sementara itu Ketua PPBTPI Sumatera Utara, Zulham menyarankan dilakukannya seleksi ketat dan penindakan atau pemberian sanksi tegas bagi para penangkar yang bekerja di luar prosedur.

“Seleksi ketat agar menjaga mutu dan kualitas benih juga penindakan sanksi yang tegas” katanya.

Selain itu PPBTPI juga menyarankan agar para produsen benih, khususnya produsen benih baru bisa lebih aktif merangkul para penangkar baru sehingga penyediaan benih siap salur untuk program PSR berjalan lancar.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah melaksanakan program PSR dengan target meremajakan hingga 180.000 hektare (ha) lahan sawit rakyat per tahun.

Namun, ujar Zulham, program ini belum berjalan maksimal, karena terbatasnya kesediaan benih siap salur di tengah besarnya potensi produksi benih, khususnya di tataran kecambah, serta keterbatasan modal di kalangan penangkar untuk penyaluran benih.

Saat ini setiap penangkar yang ambil bagian sebagai penyedia benih siap salur dalam program PSR telah mendapatkan bantuan modal oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar 30 persen dari total biaya pembelian benih.

Sekretaris PPBTPI Provinsi Aceh M. Saladin Akbar berharap bantuan modal yang didistribusikan bisa diperbesar hingga mencapai 65 persen.

.

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021