Jakarta (ANTARA) - Jaringan Gusdurian atau komunitas pengagum presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, mendukung upaya pemerintah untuk menindak tegas promosi perkawinan anak yang dilakukan oleh penyelenggara acara pernikahan Aisha Wedding.

"Kami melalui surat ini ingin menegaskan bahwa (kami) mendukung sepenuhnya langkah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI untuk melakukan tindakan tegas kepada semua pihak yang mengampanyekan atau menganjurkan pernikahan anak," kata Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid melalui surat pernyataan sikap jaringan tersebut, Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, dalam beberapa hari terakhir telah beredar selebaran dari situs www.aishaweddings.com yang menawarkan jasa penyelenggaraan perkawinan sekaligus mempromosikan kawin siri, menikah pada usia muda dan poligami mengatasnamakan ajaran agama.

Baca juga: Aktivis: Promosi perkawinan anak oleh Aisha Wedding harus ditindak

Jaringan Gusdurian menilai promosi tersebut bertentangan dengan hukum karena Indonesia telah memiliki Undang-Undang tentang perlindungan anak, yaitu UU No.23 Tahun 2002 dan UU No.35 Tahun 2014, serta UU tentang perkawinan seperti UU No.1 Tahun 1974 dan UU No.16 Tahun 2019.

Kampanye pernikahan dini tersebut juga dianggap bertentangan serta mengingkari tujuan agama yakni terciptanya kemaslahatan bersama, termasuk kemaslahatan keluarga dan anak.

Alissa menyebutkan bahwa salah satu prinsip gagasan Pribumisasi Islam yang diusung oleh Gus Dur adalah bahwa muara dari praktik keagamaan adalah kemaslahatan. Tujuan kemaslahatan itu berpijak pada lima prinsip, yaitu hifz an-nafs atau menjaga jiwa, hifdz al-dien atau menjaga agama, hifdz al-‘aql atau menjaga akal, hifdz al-nasl atau menjaga keturunan, dan hifdz al- maal atau menjaga harta.

Menurut dia, Gus Dur mempunyai prinsip menjaga keturunan artinya adalah bahwa kesehatan reproduksi perempuan dan anak harus dijaga, termasuk menentukan usia nikah yang tepat, menjaga jarak kelahiran, serta memperhatikan kesejahteraan anak seperti pemenuhan gizi, tumbuh kembang yang baik, pendidikan, dan lain sebagainya.

Baca juga: Promosi perkawinan anak oleh Aisha Wedding melawan hukum

Perkawinan anak, menurut Gusdurian, juga telah melanggar hak anak untuk memperoleh pendidikan dan prinsip hifz an-nafs atau menjaga jiwa, mengingat tingginya angka kematian ibu yang diakibatkan oleh terlalu dininya seorang perempuan menikah.

Selain itu, perkawinan anak berisiko juga menimbulkan persoalan di tingkat keluarga seperti kemiskinan, konflik, kekerasan dalam keluarga dan kehancuran keluarga sehingga tidak akan terwujud kemaslahatan sakinah mawaddah warahmah bagi setiap orang dalam keluarga.

Pada akhirnya, hal itu akan menimbulkan berbagai persoalan di tingkat negara dan bangsa seperti Indeks Pembangunan Manusia yang rendah, kualitas warga yang rendah, problem kesehatan masyarakat, angka kematian ibu dan bayi, stunting, rendahnya tingkat pendidikan terutama perempuan dan kemiskinan.

Jaringan Gusdurian menilai peristiwa itu merupakan puncak gunung es yang dilatarbelakangi oleh semakin kuatnya pemahaman keagamaan yang sempit sekaligus pembiaran praktik-praktik ultra konservatif dalam beragama yang justru merugikan dan jauh dari tujuan-tujuan agama. Ditambah dengan budaya patriarki yang masih sangat kuat, rendahnya pendidikan, kemudahan mekanisme nikah tak tercatat, dan tingginya tingkat kemiskinan yang semakin menyuburkan praktik-praktik yang merugikan bagi anak dan perempuan.

Untuk itu, selain mendukung penindakan tegas terhadap promosi perkawinan anak, mereka juga mendukung KPPPA untuk menegakkan UU Perlindungan Anak, yaitu UU No.23 Tahun 2002 dan UU No.35 Tahun 2014 dan UU Perkawinan dari UU No.1 Tahun 1974 dan UU No.16 Tahun 2019.

Selain itu, mereka juga mendorong KPPPA untuk terus melakukan upaya pencegahan perkawinan anak di seluruh tanah air.

Baca juga: Kowani: Promosi perkawinan anak melanggar undang-undang
Baca juga: LSM dorong untuk gencarkan pencegahan perkawinan anak

Pewarta: Katriana
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021