Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyebutkan sosialisasi penerapan protokol kesehatan dengan 3M di tengah masyarakat akan jauh lebih agresif dan efektif dalam pencegahan penularan COVID-19, selain upaya-upaya lain.

"Jadi, sosialisasi penerapan 3M inilah sebenarnya yang jauh lebih masif dan agresif dalam mencegah penularan daripada lainnya," kata Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19 Brigjen TNI (Purn) dr. Alexander K Ginting dalam konferensi pers Satgas COVID-19 dari Graha BNPB di Jakarta, Senin.

Baca juga: Menteri PPN harapkan RI lepas dari tekanan COVID pada 2022

Baca juga: Bappenas vaksinasi untuk 2.566 pegawai mulai 22 hingga 26 Februari


Ia mengatakan bahwa setiap upaya yang telah dilakukan banyak pihak dalam penanggulangan COVID-19 telah berkontribusi terhadap penurunan laju penyebaran COVID-19. Tidak hanya upaya pencegahan dengan 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak, tetapi juga upaya penanganan mulai dari tes, penelusuran kontak dan perawatan dan pengawasan bagi pasien yang telah terinfeksi.

Ada juga upaya vaksinasi yang juga sangat penting untuk mencegah orang-orang yang belum terinfeksi dari kemungkinan jatuh sakit karena infeksi penyakit itu.

Namun demikian, Alexander menilai sosialisasi protokol 3M sebenarnya jauh lebih agresif dan efektif dalam hal pencegahan penularan di tengah-tengah masyarakat.

Dengan melakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih masif kepada orang-orang untuk menyadari pentingnya protokol 3M, potensi penularan secara masif dapat dicegah.

"Vaksin itu hanya untuk meningkatkan imunitas dan vaksin secara komunitas, kalau dia naik 70-80 persen nanti baru bisa mencapai herd immunity (kekebalan secara komunitas). Tapi, untuk mencegah transmisi, bidang pencegahan di Posko Desa itu harus menerapkan 3M dan pembatasan mobilitas," katanya.

Untuk menurunkan kasus dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di tingkat desa, Posko Desa juga bertugas memastikan upaya penanganan dengan 3T, yaitu testing atau tes, tracing atau penelusuran kontak dan treatment atau perawatan bagi pasien baik yang bergejala atau yang tidak bergejala.

"Dalam 3T ini harus dipastikan bagaimana caranya agar 3T ini tidak menimbulkan stigma, bagaimana caranya agar tidak menimbulkan kesan bahwa dia tersangka, tidak menimbulkan bahwa dia adalah orang yang dipinggirkan, dan seterusnya," kata dia.

Selain memastikan penanganan dengan 3T, Posko Desa juga memiliki tanggung jawab dalam pembinaan.

"Jadi, kalau dia sudah masuk zonasi, apakah kuning, oranye atau merah, dia harus bisa ditegakkan disiplinnya. Di sini harus ada pemberian sanksi. Makanya kita mengundang Babinsa, Babinkamtibmas untuk pembinaan tersebut," katanya.

Baca juga: Vaksinasi petugas publik dan lansia akan dimulai pekan ketiga Februari

Sementara itu, Posko Desa juga perlu memberikan dukungan seperti logistik untuk memastikan penerapan PPKM skala mikro bisa berjalan baik dengan dukungan logistik yang ada.

"Dalam hal ini ada logistik, ada registrasi, reporting. Komponen-komponen inilah yang harus bisa terlaksana, dipimpin kepala desa kalau dia di desa, dan kelurahan kalau dia di kota," kata Alexander.

Pewarta: Katriana
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021