Pada saat Pak Artidjo sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung, enggak ada yang berani. Begitu putusan pengadilan negeri, selesai, enggak mengajukan upaya hukum.
Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Hibnu Nugroho menilai mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar yang meninggal dunia pada Minggu (28/2) merupakan sosok hakim yang sangat berintegritas.

Selain sangat berintegritas, kata Hibnu, Artidjo juga merupakan sosok hakim yang konsisten terhadap keilmuannya, konsisten terhadap putusannya, dan berpihak pada pemberantasan korupsi.

"Beliau sangat pemberani terhadap putusan-putusan di tengah hakim yang lain memutus rendah," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah,​ Senin.

Ia melanjutkan, "Beliau cukup tidak gentar terhadap para koruptor sehingga harus bisa dijadikan suatu role model ke depan di dalam kejahatan-kejahatan yang luar biasa."

Baca juga: Anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar meninggal dunia

Menurut dia, kondisi luar biasa itu harus juga dilakukan penegakan hukum yang luar biasa, seperti yang dilakukan Artidjo.

Ia mengaku sangat terkesan terhadap almarhum Artidjo Alkostar karena sebagai penegak hukum, mantan hakim agung itu selalu keluar terhadap apa yang dituntut jaksa di dalam surat dakwaan.

"Jadi, artinya bahwa Pak Artidjo tidak mengamini apa yang dituntut oleh jaksa sehingga keluar terhadap putusannya sendiri, yang putusannya itu secara nurani hakim, mempunyai efek jera dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya menjelaskan.

Oleh karena itu, kata dia, begitu mendiang Artidjo pensiun dari jabatannya sebagai hakim agung, banyak yang berbondong-bondong untuk melakukan suatu peninjauan kembali atau mengajukan kasasi.

"Pada saat Pak Artidjo sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung, enggak ada yang berani. Begitu putusan pengadilan negeri, selesai, enggak mengajukan upaya hukum," katanya.

Menurut dia, apa yang dilakukan almarhum Artidjo semasa menjadi hakim agung harus dijadikan sebagai suatu role model ataupun pertimbangan bagi hakim ketika ke depan akan melakukan penegakan hukum yang diinginkan masyarakat.

Tidak hanya kalangan akademisi, lanjut Hibnu, seluruh bangsa Indonesia kehilangan sosok Artidjo, khususnya dalam penegakan hukum.

Baca juga: Presiden Joko Widodo bertakziah ke Mendiang Artidjo Alkostar

Secara pribadi, dia mengaku sangat kehilangan Artidjo yang merupakan sosok sederhana, pemberani, dan konsisten terhadap keilmuannya.

"Yang kita inginkan ke depan tentunya muncul Artidjo-Artidjo baru dalam penegakan hukum di Indonesia," katanya.

Artidjo Alkostar adalah pakar hukum kelahiran Situbondo, 22 Mei 1948. Artidjo menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) sejak 20 Desember 2019 bersama dengan Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, dan Harjono.

Sebelum menjabat sebagai anggota Dewas KPK, Artidjo adalah Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung yang dikenal memberikan hukuman berat dan tambahan hukuman kepada terdakwa kasus korupsi.

Artidjo menyelesaikan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo. Dia kemudian melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan melanjutkan Master of Laws di Nort Western University, Chicago serta melanjutkan S-3 di Universitas Diponegoro Semarang dan mendapatkan gelar Doktor Ilmu Hukum pada tahun 2007.

Artidjo pernah menjadi Direktur LBH Yogyakarta, dosen Fakultas Hukum di UII dan Hakim Agung sejak 2000 hingga 2018 dan sudah menangani 19.483 perkara.

Baca juga: Jenazah Artidjo dimakamkan di Kompleks Pemakaman UII Yogyakarta

Pewarta: Sumarwoto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021