Supaya di Tanah Air tidak terjadi seperti di India maka perlu disiplin terhadap prokes. Meski sudah divaksin jangan lantas longgarkan prokes karena masih bisa terinfeksi
Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM dr  Gunadi mengatakan mobilitas masyarakat yang tinggi dan rendahnya penerapan protokol kesehatan (prokes) memperbesar peluang transmisi virus corona varian baru.

"Supaya di Tanah Air tidak terjadi seperti di India maka perlu disiplin terhadap prokes. Meski sudah divaksin jangan lantas longgarkan prokes karena masih bisa terinfeksi," katanya di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, mutasi COVID-19 akan terus berlangsung. Oleh sebab itu, meski usai menerima vaksin, masyarakat harus tetap disiplin terhadap prokes sebab risiko infeksi masih dapat terjadi.

Belum lama ini, katanya, India mengidentifikasi adanya varian virus corona baru dengan tiga mutasi atau triple mutations. Varian yang dikenal dengan B.1.618 ini merupakan hasil evolusi dari mutasi ganda yang sebelumnya dikenal dengan varian B.1.617.

"Mutasi virus tidak akan pernah selesai. Sifat mutasi ini perlu diwaspadai, tetapi tidak perlu khawatir berlebihan dengan tetap menerapkan prokes," kata dia.

Dosen FK-KMK UGM ini menjelaskan varian corona baru dengan dua atau tiga mutasi dari India sampai saat ini belum terdeteksi di Indonesia menurut data GISAID, namun bisa saja ke depannya akan muncul di tanah air, karena sebelumnya varian Inggris B.1.1.7 juga sudah terdeteksi di Indonesia.

Ia mengatakan saat ini belum ada studi atau penelitian terhadap tripel mutasi. Namun, yang perlu diwaspadai dari varian B.1.618 ini adalah mengandung tiga mutasi pada receptor binding domain (RBD) protein S yang berikatan langsung dengan sel inang manusia yaitu E484Q, L452R, dan V382L.

Mutasi E484Q terletak pada lokasi yang sama dengan mutasi E484K yang dideteksi pada varian Afrika Selatan dan Brazil.

Dengan demikian, mutasi E484Q diduga mempunya sifat yang sama dengan E484K yaitu bisa menghindari sistem kekebalan tubuh manusia.

"Saat ini belum ada bukti penelitian yang menunjukkan bahwa varian B.1.617 maupun B.1.618 mempengaruhi kecepatan transmisi atau penularan, keparahan penyakit COVID-19 serta efektivitas vaksin," demikian Gunadi.

Baca juga: India laporkan varian baru virus corona

Baca juga: Satgas COVID-19: Varian B1617 belum ditemukan di Indonesia

Baca juga: Afsel kembalikan satu juta dosis vaksin AstraZeneca produksi India

Baca juga: India temukan varian baru COVID-19 Afrika Selatan dan Brazil



 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021