Armada PSDKP sampai saat ini, kami baru memiliki 30 kapal. Idealnya untuk memantau, melakukan pengawasan, setidaknya 78
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengemukakan bahwa jumlah kapal pengawas perikanan yang ideal untuk dapat mengawasi berbagai kawasan perairan nasional secara menyeluruh adalah 78 kapal, namun KKP kini baru memiliki 30 kapal.

"Armada PSDKP sampai saat ini, kami baru memiliki 30 kapal. Idealnya untuk memantau, melakukan pengawasan, setidaknya 78," kata Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP Pung Nugroho Saksono, yang akrab dipanggil Ipunk, dalam acara Podcast Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Jakarta, Rabu.

Namun, menurut Ipunk, dengan jumlah kapal yang masih belum mencapai separuh dari jumlah ideal, pihaknya tetap berusaha maksimal dalam melakukan pengawasan.

Ia mengemukakan, optimalisasi pengawasan kelautan dan perikanan terlihat dari tahun 2020 lalu melakukan penangkapan terhadap sekitar 100 kapal ikan ilegal, sedangkan pada tahun ini baru berjalan sekitar empat bulan sudah menangkap sebanyak 82 kapal.

KKP juga memiliki program dalam pemberdayaan sektor kelautan dan perikanan di berbagai daerah pulau kecil terluar yaitu dengan membangun Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT), seperti di Laut Natuna Utara.

Memang, lanjutnya, SKPT di kawasan namun diakui masih belum optimal karena masih baru dalam pengembangannya dan industrinya belum terlalu berjalan sehingga perlu terus-menerus untuk didorong.

Masih di Natuna, Ipunk mengungkapkan bahwa kapal ikan asing yang ditangkap di sana dalam muatannya kerap ditemukan sejumlah komoditas tertentu seperti cumi dalam beragam ukuran.

Selain itu, ujar dia, kapal ikan asing seperti Vietnam di Laut Natuna Utara juga ditemukan menggunakan trawl yang akan merusak dasar lautan dan ekosistem perairan.

"Terumbu karang itu kalau kena itu rusak," kata Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP.

Berdasarkan data KKP, kapal pelaku IUUF (penangkapan ikan ilegal) yang ditangkap di perairan Laut Natuna Utara secara berturut-turut adalah 83 kapal pada 2016, 75 kapal pada 2017, 50 kapal pada 2018, 27 kapal pada 2019, 24 kapal pada 2020, dan 2021 ini (sampai 30 April) ada 8 kapal ikan yang ditangkap.

Sebagaimana diwartakan, citra satelit mengungkap kapal-kapal Vietnam mencuri sumber daya alam perikanan Indonesia di perairan Natuna Utara dengan menggunakan alat tangkap pair trawl atau pukat yang bisa merusak biota laut.

Peneliti dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Andreas Aditya dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Kamis, menyebutkan intensitas aktivitas illegal fishing di perairan Natuna Utara mulai terjadi pada Februari dan bertambah banyak pada April 2021.

Andreas mengatakan pusat kegiatan pencurian ikan yang diduga kuat dilakukan oleh kapal Vietnam terjadi di koordinat 5 hingga 6 derajat Lintang Utara dan 105 hingga 109 derajat Bujur Timur dengan luas area kurang lebih 100 ribu kilometer persegi.

Kapal ikan Vietnam lebih banyak berada di wilayah ZEE Indonesia dan beberapa kali memasuki wilayah perairan Indonesia dengan melintasi garis landas kontinen.

"Laut Natuna Utara jadi primadona dan menjadi incaran kapal asing yang diduga kuat melakukan illegal fishing karena kekayaan sumber daya ikan. Selain itu, letak geografis yang berbatasan langsung dengan Vietnam dan Malaysia, sehingga menyebabkan tingkat kerawanan jadi tinggi," kata Andreas.

Berdasarkan laporan petugas yang berpatroli di perairan Natuna Utara menyebutkan sekelompok kapal ikan tersebut dikawal oleh kapal pengawas atau coast guard dari Vietnam.

Baca juga: Menteri KKP resmikan dua kapal pengawas perikanan tipe cepat di Batam
Baca juga: KKP tambah dua unit kapal pengawas di Laut Natuna dan Selat Malaka
Baca juga: Petugas KKP lakukan penyamaran guna atasi penangkapan ikan merusak

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021