Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kepolisian Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto mengatakan perlu tindakan tegas bagi para pelaku penggunaan rapid test antigen bekas karena kejahatannya berdampak serius.

"Yang harus dilakukan Polri adalah mengungkap jaringan pelaku sampai tuntas ke akar-akarnya. Jangan hanya pelaku tingkat pelaksana bawahnya saja tapi harus sampai ke pelaku utama," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Selain itu, perlu dijatuhkan vonis yang dapat menimbulkan efek jera kepada para pelaku sesuai asas keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi yang dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan berat ringannya vonis di pengadilan berdasarkan niat dan kepedulian pelaku akibat yang ditimbulkan pada korban.

"Menggunakan rapid test antigen bekas dapat berakibat fatal bagi masyarakat, apalagi lingkup distribusinya sangat luas sehingga pelaku seharusnya mendapat hukuman maksimal," ujar dia.

Baca juga: Layanan rapid test di Bandara Kualanamu digerebek polisi

Selain itu, dari aspek normatif, penggunaan peralatan rapid test antigen bekas yang dilakukan petugas Kimia Farma baik di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara maupun Bandara Soekarno Hatta dapat dikenakan Undang-Undang kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun.

Atau Undang-Undang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman lima tahun, Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang mengatur larangan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan khasiat atau kemanfaatan serta mutu dengan ancaman pidana 10 tahun.

"Pengenaan sanksi kumulatif berdasarkan pada ketentuan hukum tersebut dapat memberikan sanksi setimpal bagi pelaku. Kini saatnya aparat penegak hukum mencegah agar kejadian serupa tidak terjadi lagi diseluruh Indonesia," katanya.

Baca juga: Antigen bekas, Erick pecat seluruh direksi Kimia Farma Diagnostika

Baca juga: ABJ apresiasi Erick pecat direksi Kimia Farma Diagnostika

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021