Washington (ANTARA) - Para ilmuwan meninjau kembali misteri utama COVID-19: Di mana, kapan, dan bagaimana virus penyebab penyakit itu berasal?

Dua teori bersaing yang berlaku adalah bahwa virus itu melompat dari hewan, mungkin berasal dari kelelawar, ke manusia, atau virus itu berasal dari laboratorium virologi di Wuhan, China. Berikut ini adalah apa yang diketahui tentang asal-usul virus.

Mengapa Laboratorium Wuhan jadi pusat perhatian?

Institut Virologi Wuhan (WIV) adalah fasilitas penelitian dengan keamanan tinggi yang mempelajari patogen di alam yang berpotensi menginfeksi manusia dengan penyakit baru yang mematikan dan eksotis.

Laboratorium itu telah melakukan pekerjaan ekstensif pada virus yang dibawa kelelawar sejak wabah internasional SARS-CoV-1 2002, yang dimulai di China, menewaskan 774 orang di seluruh dunia. Pencarian asal-usulnya menyebabkan beberapa tahun kemudian ditemukannya virus mirip SARS di gua kelelawar China barat daya.

Institut tersebut mengumpulkan materi genetik dari satwa liar untuk percobaan di laboratorium Wuhan. Para peneliti bereksperimen dengan virus hidup pada hewan untuk mengukur kerentanan manusia. Untuk mengurangi risiko patogen lolos secara tidak sengaja, fasilitas tersebut seharusnya menerapkan protokol keselamatan yang ketat, seperti pakaian pelindung dan penyaringan udara super. Tetapi bahkan tindakan yang paling ketat pun tidak dapat menghilangkan risiko semacam itu.

Mengapa beberapa ilmuwan mencurigai Laboratorium Wuhan?

Bagi beberapa ilmuwan, pelepasan patogen berbahaya melalui pekerja laboratorium yang ceroboh adalah hipotesis yang masuk akal tentang bagaimana pandemi dimulai dan memerlukan penyelidikan.

Laboratorium Wuhan, fasilitas penelitian SARS terkemuka di China, tidak jauh dari Pasar Makanan Laut Huanan, yang pada awal krisis kesehatan disebut-sebut sebagai tempat yang paling memungkinkan terjadinya penularan virus dari hewan ke manusia. Pasar tersebut juga merupakan lokasi peristiwa penyebar COVID-19 pertama yang diketahui. Kedekatan mereka segera menimbulkan kecurigaan, dipicu oleh sejauh ini kegagalan untuk mengidentifikasi satwa liar yang terinfeksi dengan garis keturunan virus yang sama dan diperparah oleh penolakan pemerintah China untuk mengizinkan skenario kebocoran laboratorium diselidiki sepenuhnya.

Ilmuwan dan pihak lainnya telah mengembangkan hipotesis berdasarkan kekhawatiran umum tentang risiko yang terlibat dalam penelitian laboratorium virus hidup, petunjuk dalam genom virus, dan informasi dari penelitian oleh peneliti institut. Meskipun para ilmuwan laboratorium Wuhan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki jejak SARS-CoV-2 dalam inventaris mereka pada saat itu, 24 peneliti mengirim surat ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mendesak penyelidikan yang ketat dan independen. Misi seperti itu yang pertama dari WHO ke China tahun ini gagal untuk diselidiki lebih dalam, tulis mereka.

Catatan fakta Departemen Luar Negeri AS, yang dirilis sebelum misi WHO di masa pemerintahan Trump, menuduh, tanpa bukti, bahwa beberapa peneliti WIV telah jatuh sakit dengan gejala yang konsisten dengan COVID-19 atau penyakit musiman umum sebelum kasus pertama yang dikonfirmasi secara publik pada Desember 2019.

Sebuah cerita 5 Mei oleh Nicholas Wade dalam Buletin Ilmuwan Atom, mengatakan ilmuwan laboratorium yang bereksperimen pada virus kadang-kadang memasukkan rentetan yang disebut "situs enzym furin" ke dalam genomnya dengan cara yang membuat virus lebih infektif. David Baltimore, ahli virologi pemenang Hadiah Nobel yang dikutip dalam artikel tersebut, mengatakan ketika dia melihat rentetan dalam genom SARS-CoV-2, dia merasa telah menemukan bukti meyakinkan untuk asal-usul virus.

Apa argumen untuk penularan dari hewan ke manusia?

Banyak ilmuwan percaya bahwa asal mula alami lebih mungkin terjadi dan tidak melihat bukti ilmiah yang mendukung teori kebocoran laboratorium. Kristian G. Andersen, seorang ilmuwan di Scripps Research yang telah melakukan penelitian ekstensif pada virus corona, Ebola, dan patogen lain yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, mengatakan urutan genom serupa terjadi secara alami pada virus corona dan tidak mungkin dimanipulasi dengan cara yang dijelaskan Baltimore untuk eksperimen.

Ilmuwan yang menyukai hipotesis asal mula alam sebagian besar mengandalkan sejarah. Beberapa penyakit baru yang paling mematikan di abad yang lalu telah dilacak pada interaksi manusia dengan satwa liar dan hewan peliharaan, termasuk epidemi SARS pertama (kelelawar), MERS-CoV (unta), Ebola (kelelawar atau primata non-manusia) dan virus Nipah (kelelawar).

Sementara sumber hewan belum diidentifikasi sejauh ini, bukti dari kios di bagian satwa liar di pasar satwa liar di Wuhan setelah wabah dinyatakan positif, menunjukkan hewan yang terinfeksi atau manusia yang menangani hewan.

Adakan info baru yang bisa dipakai untuk membuktikan salah satu teori itu?

Surat para ilmuwan tanggal 4 Maret kepada WHO memfokuskan kembali perhatian pada skenario kebocoran laboratorium, tetapi tidak memberikan bukti baru. Juga tidak ada bukti pasti tentang asal usul alam yang muncul.

Presiden AS Joe Biden pada 26 Mei mengatakan staf keamanan nasionalnya tidak percaya ada informasi yang cukup untuk menilai satu teori lebih mungkin daripada yang lain. Dia menginstruksikan pejabat intelijen untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang dapat mendekati kesimpulan definitif dan melaporkan kembali dalam 90 hari.

Sumber: Reuters
Baca juga: China tuding balik AS hambat penelusuran asal-usul COVID-19
Baca juga: WHO tak temukan jawaban asal-usul COVID-19 di China
Baca juga: WHO duga COVID-19 ditularkan kelelawar ke manusia lewat hewan lain

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021