Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, meminta Pemerintah mengeluarkan regulasi setingkat Peraturan Presiden dalam rangka mewujudkan target 1 juta barel per hari (bph) pada 2030.

"Selama tidak ada Perpres maka bisa dibilang Pemerintah tidak serius mewujudkan target lifting 1 juta bph ini," kata Mulyanto dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.

Mulyanto menilai tanpa dasar hukum yang kokoh penetapan target lifting minyak yang dibuat SKK Migas hanya mimpi dan angan-angan, yang tidak bisa direalisasikan.

Ia mendesak pemerintah agar mengeluarkan Perpres untuk mendukung penetapan target lifting minyak 1 juta bph tersebut agar komitmen atas target lifting minyak ini, bukan sekedar komitmen SKK Migas tetapi komitmen Pemerintah.

Menurut dia, bila ingin mengejar target 1 juta bph pada 2030, maka paling tidak target lifting minyak pada 2022 harus ada di rentang 705-725 ribu bph.


Baca juga: SKK Migas: Kejar produksi 1 juta barel butuh investasi besar

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, realisasi lifting minyak tahun 2020 sebesar 707 ribu bph, target lifting minyak tahun 2021 sebesar 705 ribu bph dan rencana target lifting minyak di  2022 sebesar 686–726 ribu bph.

Sementara realisasi cost recovery pada tahun 2020 sebesar 8,12 miliar dolar AS perkiraan realisasi pada tahun 2021 sebesar 8,52 miliar dolar, sedang asumsi makro cost recovery untuk tahun 2022 sebesar 8,65 miliar.

Sebelumnya, Pemerintah mengejar target produksi satu juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 untuk menopang kebutuhan energi nasional.

Dalam waktu sembilan tahun ke depan, pemerintah akan melakukan sejumlah upaya guna mewujudkan target tersebut mulai dari menyederhanakan izin pengusahaan wilayah kerja minyak dan gas nonkonvensional, transformasi sektor hulu migas, hingga mendatangkan investasi senilai 250 miliar dolar AS.

"Dalam aturan baru nanti wilayah kerja eksisting dapat langsung melakukan eksplorasi maupun eksploitasi migas nonkonvensional tanpa kontrak baru," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji.


Baca juga: Pemerintah optimistis target lifting minyak 1 juta barel/hari 2030

Pemerintah juga akan melaksanakan studi migas nonkonvensional di seluruh wilayah kerja aktif untuk menentukan potensi, lalu melakukan pengeboran produksi.

Tutuka menjelaskan pemerintah akan memanfaatankan teknologi menggunakan multi-stage fractured horizontal (MSFH) sebagai proyek percontohan dengan estimasi biaya per sumur mencapai 22 juta dolar AS, yang diproyeksikan dapat memaksimalkan kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi migas nonkonvensional.

"Kami berharap dapat memperoleh data yang berguna melalui pengeboran ini," kata Tutuka.

Merujuk data Kementerian ESDM, potensi migas nonkonvensional di Indonesia bersumber dari coal bed methane atau gas yang tersimpan di dalam batubara sebesar 453,30 triliun kaki kubik gas (TCF).

Selain itu, terdapat juga potensi shale gas sebanyak 574 TCF. Shale gas merupakan gas yang terperangkap di batu serpih sebagai gas bebas yang mengisi pori-pori atau rekahan atau gas yang tersimpan di fragmen organik.


Baca juga: Anggota DPR: Konkretkan kebijakan capai visi produksi minyak 2030

Baca juga: SKK Migas: Lifting minyak hingga Agustus melebihi target

Baca juga: Realisasi lifting migas 2020 capai 99,1 persen

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021