Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membenahi pengelolaan pajak daerah dalam rapat koordinasi dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemprov DKI Jakarta secara daring, Kamis.

Terdapat sejumlah hal lainnya yang juga dibahas dalam pertemuan tersebut. Pertama, KPK mendorong optimalisasi pajak daerah dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui akselerasi alat rekam pajak terhadap wajib pungut (wapu) pajak dan penagihan piutang pajak.

"Harapan kami, walaupun di saat pandemik kita juga tetap melakukan upaya-upaya peningkatan pajak termasuk penagihan tunggakan pajak. Bagi wapu yang belum mampu melunasi kewajiban-nya kita dapat mendorong mereka untuk mencicil," tutur Ketua Satuan Tugas Bidang Pencegahan pada Direktorat Kordinasi Supervisi Wilayah II KPK Dwi Aprillia Linda Astuti dalam keterangannya di Jakarta.

Dari data Bapenda DKI Jakarta, realisasi pajak daerah pada semester pertama atau sampai dengan 22 Juni 2021 sebesar Rp11,8 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya dengan periode yang sama ada peningkatan sebesar Rp298,3 miliar.

Sementara itu, diketahui saldo piutang pajak tahun 2021 Pemprov DKI sebesar Rp10,8 triliun. Pencairan piutang sudah sebanyak Rp370 miliar sehingga terdapat sisa piutang sebesar Rp10,4 triliun. Piutang PBB-P2 merupakan yang terbanyak dari 11 mata piutang pajak lainnya, yaitu sebesar Rp9,1 triliun.

Baca juga: Penyampaian SPPT PBB-P2 DKI tahun 2021 dilaksanakan secara elektronik

Baca juga: DJP optimalisasi pungutan pajak pusat dan daerah


Plt Kepala Bapenda Pemprov DKI Lusiana Herawati menjelaskan piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tidak lancar atau macet lebih dari 5 tahun sebesar Rp3,2 triliun. Kendala pencairan piutang di antaranya objek sudah tidak diketemukan, ganda atau sudah menjadi fasilitas umum/fasilitas sosial (fasum/fasos).

"Upaya yang relevan adalah melakukan 'cleansing' data objek PBB-P2. Pandemi juga mempengaruhi kemampuan membayar para wajib pajak dan kondisi tidak semakin membaik," ujar Lusiana.

Ia juga memaparkan kendala di lapangan terkait implementasi pajak daring di antaranya wapu tidak kooperatif seperti sering mencabut kabel "intercepter box" baik sambungan ke listrik maupun ke server/pos, tidak secara rutin menggunakan pos yang dipinjamkan, dan tidak menginformasikan perubahan "IP address/update system internal" sehingga agen tidak bisa melakukan fungsinya.

Menanggapi hal itu, KPK mendorong Bapenda segera mengefektifkan pengawasan terhadap implementasi alat rekam pajak untuk mencegah kecurangan-kecurangan yang dilakukan wapu.

Kemudian, KPK juga meminta informasi terkait daftar penunggak pajak daerah terbesar untuk setiap mata pajak untuk ditelaah sebagai dasar merekomendasikan langkah penagihan selanjutnya.

Mewakili Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta, Bambang Widjojanto yang juga Ketua Komite Pencegahan Korupsi Ibu kota menyampaikan dengan saldo piutang pajak PBB-P2 yang demikian besar perlu upaya pencegahan agar kategori-kategori seperti objek ganda atau sudah menjadi fasum/fasos tidak muncul lagi di kemudian hari.

"Selain yang terbesar, kita juga perlu pertimbangkan 'Political Exposed Person' atau PEP pemilik usaha yang menunggak. Misalkan ada oknum aparat bermain, bukan wilayah Bapenda. Mungkin KPK bisa membantu dalam hal ini," kata Bambang.

Menutup kegiatan, KPK juga meminta untuk segera dilakukan digitalisasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Bapenda DKI untuk memudahkan pembayaran oleh wajib pajak. Selain itu, KPK juga meminta audit kepegawaian atas sejumlah personel Bapenda DKI yang proses promosinya diduga tidak sesuai ketentuan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021