Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengelolaan keuangan APBD DKI Jakarta yang diduga peruntukannya tidak sesuai terkait pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.

Untuk mendalaminya, KPK pada Rabu (4/8) memeriksa empat saksi untuk tersangka Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019.

"Para saksi seluruhnya hadir dan dikonfirmasi antara lain pengetahuan para saksi mengenai proses pengelolaan keuangan APBD DKI Jakarta yang diduga terdapat adanya peruntukkan yang tidak sesuai khususnya terkait pengadaan tanah di Munjul," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul DKI
Baca juga: KPK jelaskan konstruksi perkara jerat Rudy Hartono sebagai tersangka
Baca juga: KPK menahan tersangka korupsi pengadaan tanah di Munjul DKI Jakarta


Empat saksi yang diperiksa, yaitu dari pihak Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI masing-masing Edi Sumantri, Faisal Syafruddin dan Asep Erwin serta saksi Farouk dari pihak BUMD DKI.

Selain Rudy, KPK juga telah menetapkan empat tersangka lainnya, yakni mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo (AP).

Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, KPK menduga dilakukan secara melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal, dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.

Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara "backdate" dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

Dalam perkembangan kasus tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan lembaganya bakal mendalami berapa anggaran yang sebenarnya diterima Sarana Jaya terkait pengadaan tanah di Munjul tersebut.

"Jadi tentu itu akan didalami, termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya yang diterima oleh BUMD Sarana Jaya karena cukup besar, misalnya angkanya sesuai dengan APBD itu ada Surat Keputusan Nomor 405 itu besarannya kurang lebih Rp1,8 triliun. Terus ada Surat Keputusan 1684 itu dari APBD Perubahan sebesar Rp800 miliar, ini semuanya kami dalami," kata Firli saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/8).

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021