Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin mengatakan partisipasi dan peran serta masyarakat adalah nyawa dalam proses pengawasan Pemilihan Umum (Pemilu).

"Dengan melibatkan banyak orang, potensi mencegah pelanggaran akan semakin maksimal," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan suksesnya Pemilu tidak cukup hanya diukur dari besarnya partisipasi masyarakat menyalurkan hak suara. Lebih dari itu, peran serta publik dalam aspek pengawasan juga penting.

Dengan demikian, sambung dia, nilai demokrasi akan terjaga dan Pemilu benar-benar menghasilkan sosok yang bisa dipertanggungjawabkan.

Di saat bersamaan Bawaslu tidak pernah berhenti bekerja sama dengan semua pihak, mulai dari mahasiswa, kementerian/lembaga pemerintah, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lain sebagainya.

"Dalam konteks pengawasan, aktor-aktor yang sudah bekerja sama, kami harapkan menjadi mitra atau pengawas partisipatif dalam tahapan Pemilu atau Pilkada," kata Afifuddin.

Baca juga: Bawaslu RI minta daerah persiapkan SDM hadapi Pemilu 2024

Baca juga: Bawaslu RI minta daerah bersiap hadapi kompleksitas Pemilu 2024


Dalam terminologi Pemilu, partisipasi dipahami secara sederhana yakni orang datang ke tempat pemungutan suara (TPS), lalu menggunakan hak pilih. Lebih dari itu, Bawaslu menginginkan partisipasi juga dimaknai mendorong masyarakat menyuarakan hal baik dan mencegah hal buruk.

Secara umum Bawaslu membuat banyak program untuk mendorong partisipasi publik dalam pengawasan Pemilu. Sebagai contoh pusat pendidikan dan pengawasan partisipatif. Program tersebut terdiri dari empat klaster besar yaitu pendidikan dan sosialisasi, menarik partisipasi, inovasi untuk mendorong orang tertarik berpartisipasi, serta kaderisasi.

Sejak tiga tahun terakhir, Bawaslu menggelar Sekolah Kader Pengawas Partisipatif yang kemudian pemerintah menganggap sebagai inovasi dan menjadi prioritas nasional serta menarik anak-anak muda bergabung dalam kader pengawas partisipatif.

"Dalam sekolah kader, yang penting internalisasi nilai, muatan pengawasan, Pemilu dan demokrasi yang baik itu terpenuhi," tutur Afifuddin.

Sementara itu, Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Syarmadani mengatakan untuk menciptakan Pemilu yang lebih baik memerlukan proses dan waktu.

"Target kita dalam pembangunan politik antara lain angka-angka partisipasi. Tentu ini menjadi perhatian serius. Tidak hanya bagi pemerintah, tapi juga masyarakat," ujar Syarmadani.

Partisipasi masyarakat dalam Pemilu sudah tergolong baik, apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada Pemilu 2019 tingkat partisipasi mencapai 81,93 persen atau 158.012.506 pemilih menggunakan haknya. Bahkan, Pilkada 2020 yang digelar di masa pandemi COVID-19 partisipasi masyarakat mencapai 76,09 persen.

Senada dengan itu, Anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan pemerintah daerah bertanggung jawab mengembangkan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat menggunakan hak pilih.

Peran pemerintah diatur dalam Pasal 133 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota. Berdasarkan ketentuan tersebut, KPU berkoordinasi secara aktif dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan Pilkada.

"Tingkat partisipasi kita sudah cukup baik. Ke depan tentu selain menjaga aspek kuantitas, aspek kualitas menjadi penting," ujar dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021