Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar meminta Pemerintah melibatkan lebih banyak masyarakat adat dalam proses pembangunan bangsa, termasuk pembangunan sumber daya manusia.

"Proses pembangunan selama ini sangat sedikit melibatkan masyarakat adat kita, bahkan mungkin saja mengabaikan eksistensi masyarakat adat, terutama pembangunan sumber daya manusianya," kata Muhaimin dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Rabu.

Sejarah masyarakat adat dan sejarah perkembangan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan. Tanpa masyarakat adat, lanjutnya, eksistensi Indonesia sebagai bangsa tidak bisa kokoh dan bangsa ini bisa terpecah belah dari gempuran masyarakat global yang dahsyat.

Peran masyarakat adat dalam pembangunan belum sebanding dengan kontribusi yang telah mereka berikan selama ini untuk kemajuan bangsa Indonesia, ucapnya menambahkan.

"Sayangnya peran penting masyarakat adat ini belum sebanding dengan kontribusinya yang selama ini memelihara dan menjaga kebangsaan kita, menjaga alam kita dan kultur kita," katanya menjelaskan.

Muhaimin menyambut baik inisiatif Asosiasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA), yang sudah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun selalu kandas di tengah jalan.

Baca juga: KKP tetapkan perlindungan bagi 22 Masyarakat Hukum Adat

Baca juga: Mendes PDTT sebut belum ada pengakuan resmi untuk desa adat


"Kami akan berusaha keras lagi. Kami bagi tugas mengkonsolidasi dan mengetahui secara persis permasalahan yang menyebabkan RUU MA mendapatkan penolakan (di DPR)," tutur Muhaimin.

Sementara itu, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi mengeluhkan kontribusi masyarakat adat yang tidak pernah diperhitungkan meski sudah diakui dan dijamin oleh UUD 1945.

"UU yang lahir sejak negara ini berdiri, ada 30-an peraturan UU saat ini bersifat sektoral, justru digunakan untuk melegalisasi perampasan wilayah adat," kata Rukka.

Rukka mengatakan perampasan wilayah adat terus terjadi dan mayoritas dilakukan dengan menggunakan kekerasan, intimidasi, kriminalisasi, penangkapan sewenang-wenang, bahkan adu domba di antara masyarakat adat.

"Yang terjadi banyak pemiskinan masyarakat adat dan stateless karena mereka tidak punya NIK (Nomor Induk Kependudukan), tidak punya KTP," ungkap Rukka.

Bahkan pada Pemilu 2019, Rukka mengatakan ada sekitar 2 juta masyarakat adat yang seharusnya wajib memilih, namun tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki KTP.

"Bagi masyarakat adat, nyoblos (ikut Pemilu) itu masih menjadi impian yang paling didambakan," ujarnya.

Baca juga: AMAN sebut perlu tekanan publik dalam upaya pengembalian wilayah adat

Baca juga: AMAN: Penting untuk adopsi usulan dalam penyusunan RUU Masyarakat Adat


Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021