masyarakat sedang tren "back to nature"
Jakarta (ANTARA) - Peluang pasar tanaman obat dan ramuan jamu dari berbagai suku di Indonesia terganjal oleh kelengkapan data keamanan secara empiris yang masih lemah kata pejabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

"Kelemahan dari keanekaragaman sumber daya alam tersebut adalah dokumentasi atau pembuktian secara empiris," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI Reri Indriani saat membuka Webinar Mengenal Jamu Nusantara yang diikuti melalui YouTube BPOM RI dari Jakarta, Rabu siang.

Reri mengatakan Indonesia memiliki kekayaan tanaman obat dan ramuan jamu dari berbagai suku, seperti meniran, sambiloto, jahe merah, kunyit dan temulawak yang saat ini identik dengan suku Jawa.

Reri juga menyebut daerah lain yang memiliki potensi serupa seperti di wilayah Sumatera yang memproduksi minyak gosok dari tanaman kearifan lokal.

"Begitu juga di Indonesia bagian tengah, Bali terkenal dengan banyak kearifan lokal dan juga cukup digemari oleh turis asing, misalnya minyak aromaterapi, minyak balur, lulur tradisional, boreh borehan, minuman loloh dan juga sebagainya," katanya.

Baca juga: Resep racikan jamu sambiloto, dukung imun di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Cek Fakta: Konsumsi bawang putih langsung menyembuhkan COVID-19?


Menurut Reri, di masyarakat Suku Dayak juga terkenal dengan ramuan tanaman khas yang hanya tumbuh di pulau Kalimantan seperti bajakah.

Potensi di Indonesia bagian timur, kata Reri, berupa pemanfaatan bahan alam oleh masyarakatnya seperti rumput laut di Mataram, pengolahan minyak kayu putih di Maluku, kemudian juga tanaman asli Papua yang terkenal seperti buah merah, sarang semut dan juga kayu akway.

"Kalau Sulawesi terkenal dengan pengolahan minyak kelapa menjadi virgin coconut oil yang bisa digunakan juga sebagai minyak gosok herbal," katanya.

Berdasarkan laporan riset terakhir Kementerian Kesehatan RI pada 2017, kata Reri, terdapat 32.000 ramuan pengobatan tradisional yang didukung dengan 2.848 spesies tumbuhan yang sudah teridentifikasi sebagai tumbuhan bahan obat tradisional.

"Kami kadang-kadang dilematis juga di BPOM, ada UMKM yang mendaftarkan produknya dengan klaim misalnya memelihara kesehatan pencernaan. Tetapi setelah kami telusuri ternyata data dukung empirisnya tidak ada, padahal di wilayah tertentu ramuan itu sudah sangat dikenal dan digunakan serta dipercaya oleh masyarakat," katanya.

Baca juga: Penjualan obat herbal anti-COVID-19 di Kediri semakin laris
Baca juga: Obat herbal China untuk COVID-19 belum bisa diadaptasi di Indonesia


Situasi pandemi COVID-19 di Indonesia, kata Reri, membuka peluang pasar yang cukup besar bagi tanaman obat dan ramuan jamu tradisional. Bukan hanya domestik tapi juga mancanegara.

"Kita harus memanfaatkan momentum pada saat ini bahwa masyarakat sedang tren back to nature. Terbukti beberapa produk herbal yang sudah terdaftar di BPOM dengan klaim untuk memelihara kesehatan atau imun tubuh itu sampai kosong di pasaran," katanya.

Ia mengatakan BPOM banyak menerima keluhan terkait situasi itu, namun akhirnya dengan percepatan kebijakan, persediaan produk tanaman obat dan ramuan jamu tradisional sudah kembali terpenuhi.

Baca juga: BPOM: Indonesia kaya potensi sumber daya genetik untuk obat bahan alam
Baca juga: Ahli IPB University mendorong pemanfaatan sumber-sumber biofarmaka
Baca juga: Dedi Mulyadi kenalkan obat herbal penyembuh COVID-19

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021