Jakarta (ANTARA) - Dalam situasi pandemi COVID-19 yang belum kunjung reda, perikanan di Indonesia termasuk sektor yang tercatat mengalami pertumbuhan signifikan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan sektor perikanan menunjukkan pertumbuhan positif, yakni naik 9,69 persen pada kuartal kedua 2021 dibanding periode yang sama tahun 2020.

Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono dalam pernyataan resmi di Jakarta, Kamis (5/8), menyebut kondisi itu adalah kabar baik.

"Menunjukkan bahwa produktivitas sektor kelautan dan perikanan tidak kendor meski pandemi masih melanda. Kita akan pacu terus agar sektor ini menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi negara," katanya.

Merujuk data BPS, nilai produk domestik bruto (PDB) perikanan pada kuartal II sebesar Rp188 triliun atau 2,83 persen terhadap nilai PDB nasional atau tercatat naik dibandingkan dengan kuartal I sebesar Rp109,9 triliun atau 2,77 persen terhadap nilai PDB nasional.

Secara kumulatif periode Januari-Juni 2021, nilai ekspor produk perikanan mencapai 2,6 miliar dolar AS atau naik 7,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2020.

Kenaikan dipicu meningkatnya produksi perikanan budi daya dan perikanan tangkap karena cuaca yang mendukung.

Karena itu, KKP akan menggenjot produktivitas sektor kelautan dan perikanan hingga 2024.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri dalam berbagai kesempatan menyatakan secara potensi, perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan tangkap maupun perikanan budi daya.

Ia mengatakan berdasarkan cara produksi, perikanan terbagi menjadi dua, yakni perikanan tangkap (capture fisheries) dan perikanan budi daya (aquaculture), dengan potensi produksi lestari sekitar 67 juta ton/tahun.

Dari angka ini, potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) perikanan tangkap laut sebesar 9,3 juta ton/tahun dan perikanan tangkap di perairan darat, seperti danau, sungai, waduk, dan rawa, sekitar 0,9 juta ton/tahun, atau total perikanan tangkap 10,2 juta ton/tahun.

Sisanya, 56,8 juta ton/tahun adalah potensi perikanan budidaya, baik budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau (tambak), maupun budidaya perairan tawar (darat).

Sayangnya, selama ini sektor tersebut masih kurang mendapat perhatian serius bila dibandingkan dengan sektor daratan.

Padahal jika potensi sektor kelautan Indonesia dikelola dengan inovatif dan baik, maka dapat menjadi salah satu sumber modal utama pembangunan, yang menyejahterakan rakyat.

Baca juga: KKP intensifkan pengawasan di sentra budidaya lobster

Baca juga: Program OSF bantu Rp900 juta kelola rajungan Indonesia berkelanjutan


Triple helix

Berangkat dari besarnya potensi sangat besar perikanan itu, sebuah sinergi triple helix dibangun para pihak dalam sebuah kegiatan Program Pengembangan Kapasitas Standar Perikanan Tingkat 1 Marine Stewardship Council (MSC), sebagai kolaborasi MSC bersama Fisheries and Marine Training Center, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB) University bersama KKP, di Bogor, Jawa Barat, pada 9 Oktober 2021.

Konsep triple helix yang dikembangkan oleh Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff dalam "The dynamics of innovation: from National
Systems and "Mode 2" to a Triple Helix of university–industry–government relations" dalam Jurnal Research Policy, Volume 29, No 109-123:2000).

Intinya adalah interaksi tiga pihak, yakni antara akademisi (perguruan tinggi), industri, dalam hal ini organisasi internasional nirlaba MSC, karena juga bermitra dengan industri, serta pemerintah, yakni KKP.

Triple helix ini adalah konsep yang sering digunakan sebagai kerangka normatif antara peneliti untuk pemahaman interaksi antara aktor kunci dalam inovasi sebuah sistem.

Direktur MSC di Indonesia Hirmen Syofyanto menyatakan program Pengembangan Kapasitas Standar Perikanan Tingkat 1 itu dimaksudkan agar seluruh pemangku kepentingan perikanan Indonesia termasuk akademisi, mampu mendalami konsep perikanan berkelanjutan dan persyaratan standar global.

Hal ini berpotensi mendorong para ahli perikanan dalam implementasi program perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Program/FIP).

Sinergi pemangku kepentingan dalam sektor perikanan menuju keberlanjutan sumber daya laut menjadi kunci utama program perbaikan.

Karena itu, MSC, IPB University dengan dukungan KKP melaksanakan program peningkatan kapasitas bagi para dosen ilmu perikanan dan kelautan.

Pengembangan kapasitas itu diikuti 22 dosen dari lima departemen berbeda, yaitu Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Budi Daya Perairan, Manajemen Sumber Daya Perairan, Teknologi dan Manajemen Perikanan Budi Daya serta Ilmu dan Teknologi Kelautan dalam lingkup kampus IPB.

Berdasarkan misi MSC yang berkontribusi pada poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan TPB)/Sustainable Development Goals (SDG) Goal-14:Ekosistem Lautan, maka MSC memberikan komitmen di berbagai negara untuk mempertahankan kelestarian dan penggunaan sumber daya laut berkelanjutan.

Aktivitas program peningkatan kapasitas kepada pemangku kepentingan dimaksudkan agar seluruh pemangku kepentingan perikanan Indonesia mampu mendalami konsep perikanan berkelanjutan dan memenuhi persyaratan standar global.

Dengan dukungan KKP, pengembangan kapasitas ini juga mendorong para ahli perikanan untuk bisa mengambil langkah aktif dalam program perbaikan perikanan.

Baca juga: Aturan PNBP KKP bangun optimisme sektor perikanan maju dan berkelanjutan

Baca juga: Memperkuat kolaborasi penangkapan ikan secara berkelanjutan


Hulu ke hilir

Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Laut Pedalaman, Teritorial, dan Perairan Kepulauan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Besweni menyatakan sesuai arahan Menteri KKP, perikanan Indonesia akan mendukung prinsip ekonomi biru yang direalisasikan melalui kebijakan penangkapan terukur dalam pengelolaan perikanan tangkap.

Perwujudan kebijakan ini dimulai dengan penyelarasan konsep bagaimana pengelolaan perikanan dapat secara utuh dijalankan dari hulu ke hilir di mana MSC sebagai salah satu tool untuk perbaikan perikanan.

Dalam prosesnya tentu diperlukan kerja sama antarpraktisi ahli, baik dalam pengembangan penelitian ilmiah dan juga dukungan teknis langsung.

Mengingat Indonesia memiliki kekayaan sumber daya melimpah dan beragam keterukuran stok merupakan aspek utama keberlanjutan, maka peran nelayan, pengelola, pemerintah dan akademisi perlu memiliki komitmen dan integritas tinggi demi tercapainya keberlanjutan.

Dekan FPIK-IPB University Dr Fredinan Yulianda menyatakan keterlibatan semua pihak, mulai dari MSC dan para akademisi sepakat untuk mencari cara memperbaiki perikanan Undonesia dengan pendekatan yang berbeda beda.

Dari pendekatan berbeda itu maka di situlah peran penting dari MSC untuk mengintegrasikan semua aspek dari berbagai sisi, termasuk juga yang nanti terkait dengan standar yang hendak dituju.

MSC sudah membangun jalur untuk melakukan pengukuran dan penilaian terhadap standar yang sudah ada.

Hal ini menjadi pembahasan bagi akademisi untuk melihat yang sudah berjalan saat ini dan menjadi tantangan untuk memperbaiki sisi keilmuan yang masih banyak ruang untuk ditingkatkan.

Kolaborasi triple helix ini menjadikan upaya menjaga keberlanjutan perikanan Indonesia akan bisa dicapai.*

Baca juga: KKP ingin pastikan alat tangkap ikan nelayan sesuai ketentuan

Baca juga: MSC tawarkan dana hibah penelitian perikanan bagi ilmuwan Rp19 miliar

Baca juga: MSC-KKP luncurkan platform pelatihan perikanan berkelanjutan

Copyright © ANTARA 2021