Ikut apa kata Jaro (tetua adat Desa Kanekes)
Jakarta (ANTARA) - Musim durian di bulan Oktober menjadi daya tarik tersendiri ketika mengunjungi kawasan adat Suku Badui di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten. Asep, salah satu warga adat Badui Luar yang tinggal di dekat pintu masuk desa, menata durian-durian yang dia bawa dari ladangnya.

Durian tersebut sangatlah wangi, menggoda hidung penikmatnya yang berlalu-lalang. Harapan akan banyaknya wisatawan datang membeli rajanya buah pun membuncah saat permukiman adat Badui dibuka untuk publik sejak beberapa minggu lalu.

Memang sejak adanya COVID-19, permukiman adat tersebut tertutup untuk para pendatang. Alhasil dalam kurun waktu Maret 2020 hingga Juni 2021, wilayah tersebut mempertahankan nol kasus COVID-19. Adapun hanya satu orang yang terdeteksi positif COVID-19, namun tidak sampai menyebar ke warga adat lainnya.

Demi kesiapan terbukanya permukiman Suku Badui demi bangkitnya pariwisata sekaligus mengejar target vaksinasi, pemerintah menggelar vaksinasi COVID-19 yang dilaksanakan di area Terminal Ciboleger, Kabupaten Lebak, Banten pada Kamis (14/10) hingga Jumat (15/10).

Namun pada pagi hari menjelang siang, sangat sedikit dari warga Badui yang keluar dari permukiman untuk mengikuti vaksinasi COVID-19, jika dibandingkan dengan warga lainnya di luar Desa Kanekes.

Asep menjelaskan kebanyakan dari mereka ada yang masih bekerja di ladang, maupun tak ingin meninggalkan rumah seperti dirinya.

"Enggak ikut vaksin," jawab Asep singkat sambil memegang ponselnya.

Saat ditanya alasannya, dia enggan menjelaskan. Namun dia meyakini bahwa masyarakat Badui sangat sehat dan terjaga imunitasnya berkat ramuan herbal terdiri dari jahe merah, gula aren, dan sereh, yang ditanam di ladangnya. Ramuan tersebut juga dijual dalam bentuk serbuk untuk dibeli pendatang.

Begitu pula dengan Santi, istri Asep, yang juga memilih berada di rumah. Dia pun sudah mendengar adanya program vaksinasi untuk warga Suku Badui, namun tampak kurang antusias.

Santi menjelaskan bahwa hingga saat itu, tidak ada paksaan bagi warga Badui untuk mengikuti program vaksinasi COVID-19. Sehingga menurutnya, tidak vaksin pun tidak apa-apa.

Hanya dengan satu kondisi saja Santi mengaku mau menjalani vaksinasi.

"Ikut apa kata Jaro (tetua adat Desa Kanekes) kalau disuruh," ujar dia.

Baca juga: Menkes dorong minat vaksinasi COVID-19 di kampung wisata Badui

Baca juga: Puskesmas Cisimeut gelar vaksinasi di permukiman warga Badui

 
Ramuan herbal penjaga imunitas warga Suku Badui terdiri dari jahe merah, gula aren, dan sereh, yang dijual dalam bentuk serbuk. (Antara/Devi Nindy)


Vaksinasi

Di sisi lain, beberapa warga Badui Luar bahkan Badui Dalam mendatangi sentra vaksinasi massal di Terminal Ciboleger. Yang menjadi perhatian adalah dua warga Badui Dalam berpakaian putih-putih, Ayah Kalman (50) dan Ayah Nadi (45).

Menempuh perjalanan ke Terminal Ciboleger dari Kampung Cibeo, mereka berjalan kaki selama 1,5 jam. Ayah Kalman menjadi sedikit tegang, karena perhatian awak media dan dokter serta perawat yang memberinya vaksin.

Begitu pula dengan Ayah Nadi yang berusaha menurunkan ketegangan dengan melihat Ayah Kalman disuntik. Keraguan pun ditepisnya setelah pemberian vaksin COVID-19 pada Ayah Kalman berhasil.

“Baru satu kali,” ujar Ayah Kalman sembari menunggu hasil observasi setelah disuntik.

Setelah menerima vaksin, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberi sembako kepada mereka berdua sebagai simbol berjalannya kegiatan.

Menkes Budi memastikan warga adat Badui yang telah memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) mendapatkan hak vaksin setara dengan masyarakat lainnya.

Baca juga: Menkes minta warga Badui mau divaksinasi, cegah COVID-19

Baca juga: Menkes pastikan akses vaksinasi COVID-19 untuk warga Suku Badui


Hoaks

Sasaran vaksinasi Suku Badui untuk umur 12 ke atas terdapat 8.475 orang. Per Tahun 2020, terdata sebanyak 11980 jiwa warga adat, menurut data Puskesmas Desa Cisimeut, Kabupaten Lebak, Banten.

Ditargetkan 1.000 jiwa tervaksinasi di sentra vaksinasi massal tersebut. Target vaksinasi itu termasuk kepada 200 jiwa Suku Badui.

Melihat cakupan vaksinasi pada warga Suku Badui yang masih minim, Menkes Budi mencoba mencari tahu duduk permasalahannya dengan mengunjungi Kepala Desa Kanekes, sekaligus tetua adat di wilayah tersebut, Jaro Saija.

Melalui percakapan yang hangat dan sederhana, terkuak bahwa masalah utama minimnya penerima vaksin COVID-19 warga Suku Badui lantaran menerima banyaknya hoaks, serta tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan NIK, karena hambatan kolom agama yang harus diisi.

“Orang Badui bukan tidak beragama, tetapi itu tidak masuk di KTP. Di sini, warga juga sudah diajak vaksinasi, namun karena menerima banyak hoaks,” ujar Jaro Saija.

Disamping itu, Menkes Budi berupaya mengejar target 100 juta lagi penerima vaksinasi COVID-19 yang masih dinilainya sulit, salah satunya pada masyarakat adat.

“Saya maunya orang Badui sehat, kalau bisa vaksinasinya diajak,” ujar Menkes Budi meminta kepada Jaro Saija.

Disamping itu, Menkes Budi meminta bantuan awak media dalam penyebaran informasi yang benar tentang vaksin COVID-19, dan tidak kalah pada hoaks.

Hal tersebut agar masyarakat adat memahami dan mau mengikuti vaksinasi secara sukarela, guna menciptakan masyarakat sehat dan mampu melewati pandemi.

"Itu yang butuh bantuan wartawan, seperti tadi kepala desanya bilang kenapa orang gamau karena hoaksnya banyak sekali. Kalau di kesehatan tugasnya dokter membuat sehat, tugas media membuat informasi yang benar," kata dia.
Kunjungan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (dua dari kanan) ke rumah dinas Kepala Desa Kanekes Jaro Saija (kanan) di Kabupaten Lebak, Banten, Kamis (14/10/2021). (Antara/Devi Nindy)


Masyarakat adat

Menkes Budi mengatakan walaupun saat ini sudah 100 juta lebih target sasaran vaksinasi COVID-19 tercapai, masih ada 100 juta lagi yang harus dikejar, terutama pada kalangan masyarakat adat, karena memiliki derajat kesulitan yang berbeda.

Dia membandingkan vaksinasi di DKI Jakarta dengan di wilayah lainnya. Di wilayah tersebut, target vaksinasi mudah tercapai lantaran areanya yang kecil dan mudah membangun beberapa sentral vaksinasi.

Lain halnya dengan di wilayah lainnya, terutama untuk wilayah adat. Sebab memiliki tantangan pada sulitnya pendistribusian vaksin, karena terbatasnya akses transportasi.

Terlebih lagi, menurut Menkes Budi, pendekatan sosial kepada masyarakat adat dinilai lebih menantang.

"Secara sosial juga lebih menantang. Jadi ada suku adat, suku unik seperti di Papua, Aceh, Sumbar (Sumatera Barat), yang pendekatan sosial menjadi penting. Kita masuk secara formal belum tentu mulus, kita dibantu Wanadri, Mapala UI, karena mereka lebih kenal dari segi sosial. Diharapkan ada percepatan vaksinasi," ujar Menkes Budi.

Vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat adat perlu upaya keras pemerintah, dengan menggaet sejumlah pihak yang beririsan dengan pendekatan sosial demi menciptakan Tujuan Pembangunan Keberlanjutan (SDG) kategori ketiga.

Hal tersebut bertujuan agar semua golongan memiliki hak atas kesehatan dan kesehateraan yang sama, tanpa merusak kain sosial masyarakat adat.

Baca juga: Ketua DPD RI apresiasi vaksinasi masyarakat adat Suku Badui

Baca juga: Warga Badui Dalam pun divaksinasi

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021