Pontianak (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat mencatat sejak 2008 hingga 2011terjadi sekitar 280 kasus konflik antara masyarakat dengan pihak investor pengembangan perkebunan sawit di provinsi itu.

"Dengan begitu pengembang perkebunan sawit di Kalbar sudah jelas, termasuk pelanggar hak asasi manusia (HAM) berat karena dengan segala upaya termasuk menggunakan kekerasan terhadap masyarakat yang berusaha mempertahankan haknya, berupa tanah agar tidak dirampas," kata Kepala Devisi Riset dan Kampanye Walhi Kalbar Hendrikus Adam berunjuk rasa memperingati Hari HAM di halaman Markas Kepolisian Daerah Kalbar, Sabtu.

Ia mendesak, Polda Kalbar tidak berpihak pada investor sehingga mengorban kepentingan orang banyak, karena ada indikasi para penegak hukum seperti kepolisian hanya dijadikan alat untuk melindungi para investor yang berusaha merebut tanah masyarakat.

Data Walhi Kalbar, mencatat hingga tahun 2008 telah terjadi 200 konflik antara masyarakat dan pihak perusahaan, dan 20 kasus kriminalisasi masyarakat oleh pihak perkebunan sawit. "Angka tersebut terus meningkat seiring dengan lajunya pemberian izin ekspansi sawit, sepanjang 2011 saja sudah terjadi 60 konflik antara masyarakat dan pihak perkebunan sawit di Kalbar," ungkap Adam.

Dalam aksinya Walhi Kalbar meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kriminalisasi oleh pihak perusahaan sawit terhadap masyarakat, meminta aparat penegak hukum untuk melindungi masyarakat bukan menjadi pembela penguasa atau pemodal.

Seperti yang terjadi pada kasus penembakan seorang warga di Dusun Pakan, Kabupaten Sekadau November 2011 oleh oknum kepolisian yang mengamankan aksi unjuk rasa masyarakat menolak kehadiran perkebunan sawit di dusun tersebut.

"Kami minta oknum polisi itu diberiksan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya karena telah melakukan kekerasan terhadap masyarakat dan terang-terangan berpihak pada perusahan sawit PT Gran Utama Mandiri," ujarnya.

Dalam melakukan unjuk rasanya, Walhi Kalbar melakukan ritual tabur bungan di halaman depan Mapolda Kalbar sebagai simbol, lemahnya penegakan hukum pada kasus-kasus pelanggaran HAM, tidak berpihaknya aparat kepolisian pada masyarakat dengan cenderung berpihak pada penguasa dan pemodal.

Menurut catatan Walhi Kalbar, dalam kurun 13 tahun terakhir telah terjadi 6.632 bencana terkait ekologi, data Sawit Watch hingga 2010 telah terjadi 630 konflik terkait perkebunan sawit, sebanyak 200 konflik perkebunan monokultur terjadi di Kalbar.

Sementara menurut data dari Institut Dayakologi dan Sawit Watch di enam kabupaten di Kalbar, perluasan perkebunan sawit sejak tahun 1980-an hingga 2009 sudah 229 perusahaan yang mengantongi izin perluasan sawit dengan luas 3,57 juta hektare, namun baru terealisasi sekitar 318.560 ribu hektare.

Kepala Bidang Humas Polda Kalbar Ajun Komisaris Besar (Pol) Mukson Munandar mengatakan, pihaknya menyambut baik kritik dan saran yang dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat yang tergabung dalam Walhi Kalbar.

"Pada dasarnya Polri telah melakukan reformasi menyeluruh termasuk memberikan perhatian khusus dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM," ujarnya.

Malah menurut dia, kepolisian saat ini telah menjadikan masyarakat sebagai mitranya. "Setiap aparat kepolisian yang melakukan pelanggaran sudah diproses sesuai dengan ketentuan yang ada termasuk oknum polisi pelaku penembakan di Sanggau yang saat ini ditahan di Mapolda sambil menunggu proses hukum selanjutnya," kata Mukson.

(A057)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011