Kita sangat percaya bahwa Mary Jane adalah korban trafficking (perdagangan manusia) karena dia berangkat dari Manila, Filipina, dijanjikan sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia
Cilacap (ANTARA News) - Sejumlah aktivis buruh migran internasional menggelar aksi solidaritas untuk terpidana mati asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso yang akan segera dieksekusi oleh Kejaksaan Agung.

Dalam aksi yang digelar di area parkir Dermaga Wijayapura (tempat penyeberangan khusus Pulau Nusakambangan, red.), Cilacap, Jawa Tengah, Minggu siang, massa membawa spanduk dan poster yang bertuliskan "Bapak Presiden Joko Widodo: Berbesar Hatilah Selamatkan Mary Jane dan Buruh Migran Indonesia di Luar Negeri dari Hukuman Mati", "Hidup Adalah Hak Asasi, Tolak Hukuman Mati, Save Mary Jane, Lindungi Buruh Migran", dan "Mary Jane, Korban Sindikat Narkoba, Korban Perdagangan Manusia, Hentikan Hukuman Mati".

Salah seorang aktivis buruh migran asal Filipina, Connie Bragas-Regalado mengharapkan Pemerintah Indonesia membatalkan eksekusi mati terhadap Mary Jane agar bisa kembali berkumpul kembali dengan keluarganya di Filipina.

"Kami mengajak masyarakat Indonesia, komunitas Filipina di Indonesia, dan pemerintah kami untuk bisa menyelamatkan hidup Mary Jane Fiesta Veloso," kata dia yang aktif sebagai Koordinator Buruh Migran Filipina (The Chairperson of Migrante).

Menurut dia, Mary Jane merupakan seorang ibu dari dua anak laki-laki yang masih membutuhkan perhatian ibunya.

Aktivis buruh lainnya, Minerva F Lopes mengatakan bahwa ia bersama tim kuasa hukum Mary Jane telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) Kedua agar Mary Jane terbebas dari hukuman mati sehingga dapat berkumpul kembali dengan keluarganya di Filipina.

Sementara itu, aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Iweng Kartiwen memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk meninjau ulang pelaksanaan eksekusi mati terhadap Mary Jane karena ia telah memasukkan PK Kedua ke Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, pada hari Jumat (24/4), pukul 15.30 WIB.

"Kita sangat percaya bahwa Mary Jane adalah korban trafficking (perdagangan manusia) karena dia berangkat dari Manila, Filipina, dijanjikan sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia. Dia telah membayar uang perekrutan sebesar 7.000 peso dengan memberikan sepeda motornya dan juga HP dia," katanya.

Menurut dia, Mary Jane pergi ke Malaysia bersama perekrutnya, Kristina. Akan tetapi sesampainya di Malaysia, kata dia, Mary Jane diberitahu jika pekerjaannya belum siap dan dibelikan baju-baju bekas.

Ia mengatakan bahwa Mary Jane diminta menunggu pekerjaan tersebut selama tujuh hari di Indonesia dan dibelikan koper untuk membawa barang bawaannya.

"Koper tersebut terasa berat sehingga Mary Jane memeriksanya karena curiga. Setelah yakin tidak ada apa-apa, Mary Jane segera berkemas untuk berangkat ke Yogyakarta," katanya.

Akan tetapi saat menjalani pemeriksaan di Bandara Adisutjipto Yogyakarta, kata dia, Mary Jane ditangkap petugas karena di balik kulit kopernya ditemukan heroin.

Dalam hal ini, lanjut dia, petugas curiga terhadap koper yang dibawa Mary Jane sehingga minta izin untuk menyobek kulit kopernya.

"Padahal, Mary Jane sama sekali tidak mengetahui jika ada heroin di kopernya. Dia juga tidak tahu siapa yang akan dituju selama di Yogyakarta karena hanya diberi nomor telepon seseorang," katanya.

Terkait hal itu, dia mengharapkan Presiden Joko Widodo meninjau ulang eksekusi terhadap Mary Jane karena terpidana mati asal Filipina tersebut hanyalah korban.

Mary Jane Fiesta Veloso merupakan salah seorang terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua karena grasinya telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Sebelumnya Mary Jane divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, DIY, pada 2010.

Terpidana ini kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) setelah grasinya ditolak Presiden. Namun dalam sidang PK yang digelar di PN Sleman bulan lalu, MA memutuskan menolak permohonan PK tersebut, dan tetap pada putusan PN Sleman.

Mary Jane ditangkap petugas Bea dan Cukai Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta karena terbukti membawa narkoba jenis heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp5,5 miliar saat turun dari pesawat terbang tujuan Kuala Lumpur-Yogyakarta pada 2010.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015