Dhaka (ANTARA News) - PBB, Kamis (2/3), menyuarakan kritik mereka atas undang-undang kontroversial baru di Bangladesh yang memungkinkan anak di bawah umur untuk dinikahkan oleh orang tua mereka.

Aturan baru itu mempertahankan batas minimum usia nikah bagi laki-laki sampai 21 tahun dan untuk perempuan sampai 18 tahun, tetapi melonggarkan batasan untuk "keadaan khusus" - termasuk bagi gadis yang kawin lari, diperkosa atau melahirkan anak di luar pernikahan.

Sejumlah kelompok HAM khawatir tanpa pembatasan usia dalam kasus tersebut, anak-anak di bawah umur dapat dinikahkan, melemahkan upaya Bangladesh untuk mengekang pernikahan semacam itu dan untuk meningkatkan kesehatan perempuan.

Badan perlindungan anak PBB di Bangladesh mengatakan pihaknya prihatin dengan ketentuan khusus tersebut, dan kemungkinan dampaknya terhadap kesejahteraan anak.

"Menikah saat masih kecil memiliki dampak seumur hidup terhadap kesejahteraan seseorang. Hal itu membatasi peluang dan kesempatan untuk menjadi seorang anak," ungkap perwakilan UNICEF di Bangladesh, Edouard Beigbeder, dalam sebuah email.

Undang-Undang soal pernikahan anak (Child Marriage Restraint Act/CMRA), yang disahkan oleh parlemen pekan ini, menggantikan undang-undang yang sudah ada sejak masa penjajahan Inggris.

Undang-undang tersebut sebagian besar diabaikan di beberapa distrik yang penduduknya lebih miskin, tempat banyak gadis dinikahkan di beberapa tahun awal masa remaja mereka, demikian AFP. (kn)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017