Bandung (ANTARA News) - Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi, Kementerian ESDM Rudy Suhendar menuturkan hingga saat ini tidak ditemukan aliran sungai bawah tanah di areal penambangan batu gamping milik PT Semen Indonesia, di atas Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, di Rembang, Jawa Tengah.

"Dan sampai saat ini kita belum menemukan Aliran Sungai Bawah Tanah di CAT Watuputi," kata Rudy Suhendar, disela-sela diskusi "Bedah Fakta Geologi Karst Rembang", di Bandung, Jumat.

Menurut dia, hasil dari tim peneliti inilah yang kemudian disampaikan melalui surat Menteri ESDM Ignatius Jonan bernomor 2537/42/MEM.S/2017 kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang pada Januari 2017 meminta identifikasi dan pemetaan adanya sungai atau aliran sungai di bawah CAT Watuputih.

Rudy juga menegaskan bahwa lahan batu gamping atau karst di CAT Watuputih bukan termasuk dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).

"KBAK sendiri merupakan kawasan karst yang dilindungi dan dilarang untuk ditambang dan KBAK di Indonesia ada lima, yakni Sukolilo di Pati, Gunung Sewu di Yogya bagian selatan hingga sedikit di Pacitan, kemudian Gombong di Kebumen, Pangkalan di Karawang, serta Langkat Sumut," kata dia.

Berdasarkan Permen ESDM Nomor 17/2012, penetapan sebuah areal karst menjadi KBAK dilakukan oleh menteri ESDM. "Itupun harus berdasarkan usulan dari Pemprov. Aturannya seperti itu," katanya.

Ia mengatakan berbagai kegiatan pembangunan pastilah berdampak kepada lingkungan. "Semua kegiatan pasti ada dampak negartif. Jangankan penambangan, membuat jalan TOL pasti juga ada dampak negatif dan positifnya," katanya.

Akan tetapi, semuanya sudah dibentengi dengan persyaratan harus dipenuhi dokumen Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

"Itu sebetulnya untuk meminimalisir dampak lingkungan. Bukan meniadakan dampak lingkungan," kata dia.

Sementara itu, Pakar Hidrogeologi, Geologi Ekspolrasi dan Lingkungan dari ITB, Budi Sulstijo menambahkan teknologi penambangan yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia dipastikan aman karena hanya menambang di zona kering atau zona karst bagian atas yang tidak ada airnya.

Budi mengatakan di bawah zona kering barulah terdapat zona transisi dan zona jenuh yang mengandung air.

"Penambangan di areal Izin Usaha Penambangan (IUP) Semen Indonesia hanya akan menambang sampai maksimal 80 meter dari permukaan. Padahal di areal itu, pengeboran hingga 150 meter belum ditemukan adanya air," katanya.

Ia menegaskan tidak ada sumber mata air atau sungai bawah tanah di areal IUP semen Rembang.

Bahkan, menurut Budi, teknologi penambangan menggunakan konsep zero runoff, atau air hujan tak lari dari areal penambangan dan justru bakal tertampung di areal lahan yang sudah ditambang dan berbentuk seperti waduk atau embung.

Jika saat ini disebut ada indikasi kerusakan lingkungan di areal penambangan di Rembang, kata Budi, justru harus diteliti kegiatan penambangan yang dilakukan oleh 18 perusahaan swasta yang telah menambang sejak 1998.

"Mereka sudah menggali di areal seluas 250 hektare. Lokasinya memang berimpitan dengan areal milik Semen Indonesia. Sementara semen Rembang sendiri sekarang belum beroperasi," katanya.

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017