Jakarta (ANTARA News) - Ketua Tim Teknis Pengadaan kartu tanda penduduk elektronik dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Husni Fahmi mengakui menerima uang 20 ribu dolar AS dari salah satu pemasok produk pengadaan KTP-Elektronik.

"Pembiayaan untuk keynote speaker dalam Biometric Concorcium Conference di Florida, Amerika Serikat, dari Johanes Marliem. Saat itu dia (Johanes) sudah jadi pemasok L-1 di proyek KTP-E karena konferensi berlangsung pada September 2012," kata Husni dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Husni menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Husni Fahmi selaku Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mendapatkan sejumlah 150 ribu dolar AS dan Rp30 juta dari proyek KTP-E.

Husni adalah ketua tim teknis yang membawahi 5 anak buah, sedangkan Johanes Marliem adalah penyedia produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merk L-1.

"Saya mendapat undangan lewat email dari Kemendagri, tapi ternyata Johanes Marliem adalah salah satu sponsor dalam acara itu," tambah Husni.

Husni menjelaskan dirinya mendapatkan uang 20 ribu dolar AS dari anggota timnya, Tri Sampurno saat di pesawat menuju ke AS. Ia lalu membagi uang itu 10 ribu untuk dirinya dan 10 ribu dolar AS untuk Tri.

"Kata beliau, honor sebagai keynote speaker, dan pembicara workshop, yang menyediakan pesawat dan hotel juga Johanes Marliem. Kami berangkat Minggu, pulang Senin, jadi 9 hari di sana," ungkap Husni.

Selanjutnya, Husni yang dilantik pada 10 Februari 2011 sebagai ketua tim teknis itu juga mengungkapkan sejumlah keganjilan dalam pengadaan KTP-E. Misalnya sudah ada demo produk dari Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sejak 2010 padahal Husni mendapat SK sebagai ketua tim teknis pada 11 Februari 2011.

"Bagaimana bisa ada demo di PNRI pada akhir 2010 padahal anggarannya saja belum diketok?" tanya jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir.

"Kami hanya diundang, dikasih undangan demo dari 9 perusahaan, PNRI dan perusahaan lain," ungkap Husni.

Konsorsium PNRI yang terdiri atas dari Perum PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, PT Sandipala Artha Putra lalu memenangi lelang itu.

Kemenangan itu berkat strategi yang sudah disusun Andi Narogong dan tim Fatmawati bentukannya, padahal PNRI tidak memenuhi spek teknis yang sebelumnya ditetapkan.

"Saya tidak tahu ada berapa item yang tidak mempenuhi syarat tapi ada yang tidak terintegari sehingga tim berhenti di situ, saya buat laporan tertulis ke Pak Sugiharto tapi responnya diminta untuk PNRI tetap dilanjutkan," jelas Husni.

Selain itu, Husni dan anggota tim teknis lain juga diminta datang ke rumah milik Dedi Prijono, kakak Andi Narogong di Kemang Pratama untuk menjelaskan mengenai Kerangka Acuan Kerja (KAK) KTP-E.

"Saya diperintah pak Sugiharto mendampingi pak Drajat (ketua panitia pengadaan) ke Bekasi bersama tim teknis untuk menjelaskan ulang tentang KAP sehingga memenangkan salah satu konsorsium," jelas Husni.

Pascapertemuan itu, KAK untuk KTP-E juga dilonggarkan sehingga isi KTP-E bukan hanya soal sidik jari tapi juga iris mata.

(T.D017/N002)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017