Doha (ANTARA News) - Pemerintah Qatar memberlakukan undang-undang (UU) yang memberikan perlindungan lebih luas kepada puluhan ribu warga asing yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, juru masak, petugas kebersihan, serta pengasuh anak.

Pemimpin Keemiran Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani mengumumkan bahwa hukum tersebut diterapkan untuk menangani berbagai keprihatinan yang telah lama disorot oleh kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia, demikian laporan kantor berita Reuters, Kamis (24/8).

UU baru itu, antara lain mengatur bahwa pekerja domestik dari luar negeri diperbolehkan bekerja maksimal 10 jam per hari dan mendapatkan waktu untuk menjalankan ibadah, istirahat maupun makan. Mereka juga harus diberi pesangon tingga minggu pada akhir kontrak.

Aturan baru itu menetapkan bahwa usia pekerja dibatasi antara 18 hingga 60 tahun dan para pekerja mendapat hari libur selama tiga minggu dalam setahun.

Para pengguna jasa juga diharuskan memberi makanan yang cukup dan  pelayanan kesehatan bagi para pekerjanya.

Seperti di negara-negara kaya lainnya di Teluk Arab, di Qatar terdapat puluhan ribu pekerja asing untuk urusan rumah tangga yang kebanyakan perempuan. Sebagian besar di antara mereka datang dari Filipina, Asia Selatan dan Afrika Timur.

Penerapan UU tersebut tampaknya merupakan langkah yang baru pertama kalinya diambil oleh negara penghasil minyak itu dalam penyusunan hak-hak pekerja urusan domestik.

Kantor berita Qatar (QNA) melaporkan bahwa peraturan baru itu diumumkan oleh Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, dan berlaku segera.

Human Rights Watch (HRW) dan Amnesti International telah sekian lama menyuarakan keprihatinan bahwa negara-negara di kawasan Teluk Persia tidak mengatur secara layak kondisi para pekerja berpenghasilan rendah yang membantu merawat rumah atau pekerja kasar di bidang konstruksi.

Organisasi pembela hak asasi manusia (HAM) itu mengatakan jam kerja yang panjang dan peraturan yang kaku menyangkut kontrak atau rencana pulang bertentangan dengan hukum internasional soal buruh, serta merupakan pengabaian HAM pekerja asing.

HRW mengatakan dalam laporannya tahun 2016 mengenai Qatar bahwa selain kondisi kerja yang eksploitatif, pekerja-pekerja domestik juga menghadapi tantangan berupa ketidakberdayaan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual karena tidak ada peraturan yang melindungi hak-hak mereka.

UU yang baru tidak mencakup urusan menyangkut banyak pekerja bangunan, yang keadaannya telah ditingkatkan melalui pemberlakuan undang-undang pada Desember 2016.

Aturan itu mengubah "kafala" atau sistem pemberian sponsor yang mengharuskan para pekerja mendapatkan persetujuan dari orang atau perusahaan tempat mereka bekerja jika ingin pindah kerja atau meninggalkan negara itu.

Qatar bertekad untuk menunjukkan bahwa pihaknya benar-benar menangani masalah eksploitasi pekerja pada saat negara itu sedang mempersiapkan diri untuk menjadi tuan rumah kejuaraan sepak bola Piala Dunia 2022.

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017