Gorontalo (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek mengatakan, upaya pencegahan kasus kekerdilan dimulai dari hulunya di sekolah, seperti dilakukan di SMKN 1 Limboto Gorontalo sebagai sekolah percontohan untuk edukasi kesehatan dan pemberian tablet tambah darah.

Hal ini dilakukan agar kelak saat para siswa itu sudah dewasa dan berkeluarga bisa mencegah munculnya kelahiran bayi yang mengalami kekerdilan atau stunting, kata Meskes Nila Moeloek pada kunjungannya ke SMKN 1 Limboto Gorontalo, Senin (16/7).

Ia mengatakan, dirinya melakukan kunjungan kerja ke Gorontalo karena banyak inovasi tentang kesehatan yang dilakukan di provinsi itu.

Salah satu yang diapresiasinya adalah sosialisasi edukasi kesehatan mulai dari pemahaman tentang pentingnya sanitasi dan air bersih, pola hidup dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), pemenuhan gizi seimbang porsi Isi Piringku, pemberian tablet tambah darah pada remaja putri untuk pencegahan anemia, hingga pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang sudah tidak tabu lagi dibicarakan di sekolah.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKN 1 Limboto Saira Yusuf Djoli menerangkan sekolahnya bekerja sama dengan dinas kesehatan daerah, Puskesmas, dan rumah sakit dalam melakukan sosialisasi tentang kesehatan dan pemeriksaan kesehatan.

Edukasi kesehatan diberikan kepada siswa dalam masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) untuk siswa baru, dan setiap enam bulan sekali dengan mengundang pihak dinas kesehatan.

Salah satu siswa SMKN 1 Limboto, Andika Puluhulawa mengatakan, dirinya juga mendapatkan edukasi tentang kesehatan tersebut saat acara perkemahan pramuka. "Setiap siswa baru harus ikut perkemahan Bhakti Husada, di perkemahan disosialisasikan," kata Andika.

Menkes Nila sangat mengapresiasi dan mendorong edukasi tentang kesehatan reproduksi agar terus diberikan kepada anak-anak remaja. Menurut dia, edukasi tentang kesehatan reproduksi harusnya sudah tidak tabu lagi dibicarakan pada remaja untuk pencegahan pergaulan bebas dan pengetahuan.

Menkes juga menekankan pentingnya menanamkan pemahaman tentang kesehatan mulai dari remaja agar kelak ketika merencanakan berkeluarga memiliki kesehatan yang terjaga dan memahami dampak baik buruk terkait kesehatan.

"Anak-anak SMA harus mulai diajak mengerti, mengetahui cara minum obat dan makan sehat. Ketika menikah dan hamil, mereka, calon ibu harus disiapkan agar tidak mengalami stunting atau kerdil," kata Nila.

Pemberian tablet tambah darah kepada remaja putri dimaksudkan untuk pencegahan anemia.

Masalah kekerdilan atau stunting dikarenakan kurang gizi kronik yang dimulai sejak remaja putri menderita anemia, kurang mendapat asupan gizi saat sebelum menikah dan mengandung, hingga tidak tercukupinya asupan gizi saat bayi dilahirkan hingga usia dua tahun.

Pencukupan gizi pada calon ibu, kata Menkes, akan memengaruhi kualitas gizi dari anak yang dikandungnya. Oleh karena itu Menkes Nila berharap jumlah ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan dapat mencapai 85 persen.
 
Sementara para remaja putri sangat disarankan untuk rutin meminum satu tablet tambah darah seminggu sekali.

Data Kemenkes menyebutkan hingga penghujung 2016, angka pemberian tablet telah mencapai 83,2 persen dari total target 85 persen.

Intervensi Kemenkes dalam upaya perbaikan gizi dibagi menjadi intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Untuk intervensi gizi spesifik dilakukan melalui pemberian tablet tambah darah dan promosi serta suplemen gizi makro dan mikro.

Menkes juga menyoroti penerapan buku rapor catatan kesehatan dan buku informasi kesehatan yang dimiliki oleh para siswa.

Buku catatan kesehatan yang merupakan program nasional ini penting untuk memantau kondisi kesehatan para siswa.

Staf pengelola UKS Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo M Aris mengungkapkan evaluasi dari penerapan rapor kesehatan menemukan banyaknya kasus anemia pada siswa SMA. Sementara kasus terbanyak yang ditemukan pada siswa SD ialah karies gigi.

Rapor kesehatan berfungsi untuk mencatat seluruh kondisi kesehatan siswa yang kemudian bisa dikondisikan saat proses pembelajaran.

Misalnya pada siswa yang terdeteksi rabun jauh dianjurkan untuk duduk di kursi bagian depan kelas agar bisa belajar secara optimal.

Sementara jika ada siswa yang terdeteksi suatu penyakit, pihak sekolah bisa melakukan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan untuk pengobatan secara dini.

Baca juga: Bank Dunia kagumi cara Indonesia tangani kasus kekerdilan anak

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018