Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dalam Muktamar ke-30 tahun 2018 menyoroti sistem pendidikan kedokteran di Indonesia yang masih berbiaya mahal dan kualitas lulusannya yang belum optimal dibandingkan dengan di negara-negara Asia Tenggara.

Dalam keterangan tertulis organisasi di Jakarta, Jumat, Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis mengatakan pendidikan kedokteran masih sulit dijangkau oleh masyarakat tidak mampu karena biayanya tinggi. 

Ia juga menekankan perbaikan sistem pendidikan kedokteran mutlak harus segera dilakukan untuk menghasilkan dokter yang berkualitas.

"Perbaikan kualitas SDM Indonesia khususnya kualitas dokter menjadi salah satu perhatian utama IDI dan terus diupayakan oleh IDI melalui advokasi pendidikan kedokteran dan program Continuing Professional Development (CPD). Kualitas pendidikan di lebih 80 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia menjadi perhatian serius bagi IDI," kata Marsis.

Marsis mengatakan Indonesia juga masih tertinggal dalam penguasaan teknologi kesehatan di bandingkan dengan negara lain, masih di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand di tingkat ASEAN. 

Sebagai organisasi yang beranggotakan 157.003 dokter dan dokter spesialis serta mencakup 89 perhimpunan dan 37 kolegium, IDI mendorong pengenalan pemanfaatan serta pengembangan teknologi kedokteran sejak pendidikan medis dasar (Basic Medical Education/BME). 

Sumber daya manusia berkualitas di bidang kesehatan serta penguasaan teknologi dan informasi menurut IDI penting untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, yang berdampak luas pada sektor kesehatan.

Baca juga:
Tantangan pendidikan kedokteran era revolusi industri 4.0

Menkes akan revisi UU Pendidikan Kedokteran

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018