Palangkaraya, Kalimantan Tengah  (ANTARA News) - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Kalimantan Tengah (Kalteng) Rian Tangkudung menilai pernikahan anak usia dini  berkorelasi terhadap perceraian karena ketidakmatangan memasuki dan membina suatu keluarga. 

"Perceraian di kalangan keluarga menikah dini memang tinggi," kata Rian di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat.

Meskipun di Kalteng belum dilakukan pendataan soal ini, menurut dia, pernikahan anak usia dini berhubungan erat dengan perceraian keluarga di antaranya karena secara mental, kondisi psikologis belum siap, fisik belum matang, apalagi ekonomi yang belum kokoh.

Rian mengatakan pemberian pemahaman kepada para orang tua perlu dilakukan agar mereka memahami dampak pernikahan anak usia dini pada masa depan anak-anak mereka. 

"Kita akan berikan penjelasan, masalah ekonomi, masalah fisik, jelaskan banyak hal, kebanyakan bisa menurut kok. Ini untuk ubah 'mindset', kita percaya masyarakat kota bisa dijelaskan, yang penting promosinya terstruktur dengan baik, berkelanjutan jangan angin-anginan, " tuturnya. 

 Ia juga mengatakan, pernikahan dini dapat menyebabkan anak yang dilahirkan cacat karena alat reproduksi calon ibu belum sempurna, hal itu sekaligus meningkatkan risiko kematian ibu pada saat melahirkan.

Selain itu, meskipun ibu dan bayi selamat dalam proses persalinan, namun kondisi psikologis ibu yang masih anak-anak belum siap untuk mendidik anak mereka sendiri menjadi orang dewasa yang berkualitas.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait batas usia perkawinan anak.

Menteri Yohana berencana untuk menaikkan usia perempuan dan laki-laki yang siap menikah, sehingga anak-anak berusia dini seperti 16 tahun bisa dicegah untuk masuk dalam pernikahan.

Putusan MK yang disiarkan Kamis (13/12) secara tertulis memerintahkan DPR untuk merevisi Undang-Undang Perkawinan tentang batas usia perkawinan anak.

Dalam putusannya, MK menyebut Indonesia telah masuk dalam kondisi darurat karena perkawinan anak  semakin meningkat. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, sebaran angka perkawinan anak di atas 25 persen ada di 23 provinsi.

 Baca juga: Yohana apresiasi putusan MK soal perkawinan anak
Baca juga: MUI nilai perubahan UU Perkawinan bisa timbulkan polemik

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018