Jakarta, 26/2 (Antara) - Kepala Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Harris Syahbuddin mengatakan pemerintah telah mempersiapkan segala kemungkinan apabila terjadi El Nino, meskipun untuk tahun 2019 diperkirakan kondisinya masih lemah.

"Saya tidak yakin isu di media sosial  akan terjadi El Nino (kemarau panjang) seperti di tahun 2015. Kondisinya masih normal untuk mengetahui kuat atau tidaknya baru terlihat di bulan Agustus," kata Harris usai menjadi pembicara kunci di lokakarya bertajuk "Prospek Perkembangan El Nino 2019" di Bogor, Selasa.

Harris mengatakan, untuk memprediksi ringan atau beratnya El Nino pada saat ini masih terlalu dini apalagi beberapa kabupaten dan provinsi memiliki iklim yang berbeda seharusna dibutuhkan lebih banyak stasiun pengamatan cuaca lebih banyak lagi.

Negara Prancis misalnya yang luasnya hampir setara dengan Pulau Bali memiliki   4.000 stasiun pengamat cuaca, sedangkan di Indonesia masih kurang dari 5.000 stasiun, jelas Harris.

Hanya saja jelas Harris, Kementerian Pertanian telah menyiapkan prasarana untuk menghadapi El Nino melalui kerja sama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk pembangunan prasarana pertanian seluas 2 juta hektar.

"Prasarana pertanian seluas 2 juta hektar itu meliputi jaringan irigasi, embung, dan bendungan sesuai amanat presiden yang tertuang dalam Inpres No. 1 Tahun 2018," ungkap dia.

Persiapan lain melalui kerja sama dengan BPPT untuk melakukan rekayasa cuaca apabila terjadi kondis kemarau ekstrim, selain itu sosialisasi untuk pembangunan "green house" agar pengembangan pertanian tidak lagi mengenal musim.

Upaya lain lagi, jelas Harris, menggunakan cara tanam tumpang sari dengan menanam jagung dan kedelai disamping menanam padi yang teknologinya sudah disiapkan untuk satu juta hektar lahan pertanian.

Dalam lokakarya juga disebut peluang terjadinya El Nino sebesar 55-60 persen, sementara 25,5 persen wilayah berpotensi musim keringnya maju, 24 persen wilayah keringnya diatas normal dan Juli - September 2019 iklim diperkirakan lebih kering.

El Nino-Southern Oscillation (ENSO) merupakan salah satu fenomena Iklim yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan atau anomali iklim di Indonesia. Fase hangat dari ENSO biasa dikenal dengan istilah El Nino dapat menyebabkan kekeringan panjang. Pengamatan kondisi ENSO pada menjelang akhir tahun 2018 hingga awal tahun 2019 menunjukkan berlangsungnya fenomena El Nino di Samudera Pasifik. Dampak El Nino berupa kemarau dapat berpotensi mengganggu produksi padi pada musim tanam kedua, dan mengubah pola tanam untuk musim tanam berikutnya.

Berkaca pada kejadian El Nino tahun 2015, dampak yang ditimbulkan terhadap pertanian cukup luas. Pada saat itu,  kekeringan melanda 16 provinsi meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan. Pulau Bali dan Nusa Tenggara mengalami defisit air sekitar 20 miliar meter kubik. Selain itu, lahan pertanian seluas 111 ribu hektar juga mengalami kekeringan. (BNPB, 2015).

Ketua KTNA, Winarno Tohir mengatakan informasi mengenai prediksi pola hujan sangat penting bagi petani. Melalui informasi yang akurat petani dapat merencanakan penanaman dengan lebih baik dan mencegah gagal panen akibat perubahan iklim. “Kami sangat mengapresiasi peran perguruan tinggi dan private sector yang membangun sistem sehingga petani dapat mengakses informasi mengenai iklim secara lebih mudah,” kata Winarno. 

Petani Indonesia saat ini memang dapat memanfaatkan layanan informasi iklim melalui aplikasi Sipindo.  Informasi cuaca iklim dalam aplikasi ini juga dapat diakses melalui SMS secara gratis. Melalui aplikasi dan SMS tersebut petani dapat memperoleh data yang akurat mengenai suhu serta prediksi curah hujan enam bulan ke depan berdasarkan lokasi dimana petani berada. Sipindo sendiri saat ini sudah dimanfaatkan oleh lebih dari 20.000 petani hortikultura di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Sekjen Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) Hindarwati salah satu upaya untuk mengantisipasi dampak El Nino adalah dengan menanam varietas tanaman yang adaptif terhadap kekeringan. 

Peran pemulia tanaman dan perusahaan perbenihan sangat penting untuk memberikan akses terhadap benih unggul yang adaptif di musim kering kepada petani. Beberapa contoh varietas yang adaptif di musim kering saat ini sudah ada, misalnya cabai besar Gada MK F1, cabai keriting Laba F1 dan Lado F1, tomat Tymoti F1 dan labu Suprema F1. 

Baca juga: Jokowi nilai sektor pertanian penting dan strategis

Baca juga: Kementan paparkan capaian rehabilitasi jaringan irigasi tersier 2015-2018

 

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019