Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat memeriksa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Eni diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB).

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB terkait kasus tindak pidana korupsi kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Selain Eni, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Sofyan, yaitu pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo serta Direktur Nugas Trans Energy dan Direktut PT Raya Energi Indonesia Indra Purmandani.

Untuk diketahui, Eni dan Kotjo merupakan terpidana kasus PLTU Riau-1 tersebut.

Eni pada 1 Maret 2019 telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40.000 dolar Singapura.

Sementara itu, Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Untuk diketahui, KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.

Tersangka Sofyan pun telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana dijadwalkan digelar pada Senin (17/6).

Baca juga: KPK panggil Eni Maulani Saragih
Baca juga: KPK konfirmasi Eni Saragih terkait penerimaan uang


 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019