Analis: Nasib Perekenomian Yunani di Persimpangan Jalan

Sabtu, 19 Mei 2012 6:06 WIB

Jakarta (ANTARA Kalbar) - Yunani yang sebelumnya banyak menikmati kejayaan Eropa mulai dari bersatunya 17 negara Eropa, euro menjadi mata uang tunggal sebagai satu komoditas bersama, saat ini justru menjadi fokus kejatuhan ekonomi zona euro, kata analis Ariana Nur Akbar.

Dalam risetnya, Research and Analysis Division PT Monex Investindo Futures Ariana Nur Akbar di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa berulang kali negara itu banyak mendapatkan bantuan dana.

Bahkan, lanjut dia, Bank Sentral Eropa (ECB) sendiri pernah meluncurkan bantuan atau pinjaman jangka pendek guna memberikan bantuan sementara bagi sektor keuangan di negara itu.

"Tetapi penentangan akan bantuan ini rupanya memadamkan harapan ECB yang meminta agar Yunani memanfaatkan bantuan tersebut dengan sebaik-baiknya," ulasnya.

Menurut Ariana, Jerman dan Prancis selaku negara-negara yang tergolong paling sehat di seantero Eropa masih memberikan harapan kepada Yunani tahun lalu dengan berusaha meyakinkan para negara anggota Uni Eropa bahwa Yunani masih dapat ditolong, memandang bahwa Eropa masih memiliki ketahanan keuangan yang kuat dan mumpuni.

Akan tetapi, tetap saja masih menimbulkan kekhawatiran. Bagaimana tidak? Bantuan yang seharusnya diberikan atau dipinjamkan dengan syarat-syarat tindakan pemulihan agar negara ini segera melakukan banyak pemangkasan anggaran, menurut dia, ternyata tidak dipatuhi.

"Terbukti beberapa negara mendesak agar Yunani segera keluar dari keanggotaan negara-negara Eropa," katanya.

Di sisi lain, hal ini ditakutkan akan merusak integritas keuangan Eropa, agar negara-negara anggota lainnya luput dari penyebaran krisis utang di sana.

Portugal dan Spanyol mungkin dapat menjadi beberapa contoh negara yang mendapatkan dampak signifikan penyebaran krisis utang tersebut.

Meski lelang obligasi jangka pendek dan panjang diluncurkan, kata Ariana, tetap saja pemangkasan peringkat utang dari S&P, Moody`s dan Fitch Ratings memberikan status bahaya bagi kedua negara tersebut.

Saat ini, kata Ariana, wacana agar Yunani segera keluar dari keanggotaan Uni Eropa sepertinya terus bergaung keras. Hal ini karena sepertinya Yunani tidak menganggap serius masalah utang yang dihadapinya, dengan ketegangan politik yang terus memanas antara partai-partai yang berkuasa di sana yang terus berdebat apakah akan menerima persyaratan pemulihan atau menentang bantuan dana ini.

Akibat dari ketidakseriusan ini, ECB mengeluarkan ultimatum bahwa bank sentral tersebut akan menghentikan bantuan dana ke sektor perbankan di Yunani untuk sementara waktu, demi melihat bahwa sebenarnya Yunani telah mendapat persetujuan untuk memangkas imbal hasil obligasi sekitar 30--50 persen dari imbal hasil investasi obligasi atau surat utang.

"Pertanyaannya sekarang adalah apakah Yunani patut untuk dipertahankan atau tidak?" kata Ariana.

Menurut dia, banyak kalangan menyebutkan bahwa Yunani masih pantas untuk dipertahankan guna mempertahankan bahwa Eropa masih memiliki kemampuan perekonomian terkait dengan tingkat kepercayaan investor yang terus menurun dari waktu ke waktu.

Namun, ada sebagian kalangan berpendapat lebih baik menyingkirkan bagian yang merupakan sumber petaka krisis utang. Ada pula yang mengatakan akan lebih baik Yunani kembali menggunakan mata uangnya sendiri agar dapat berusaha secara mandiri untuk mengatasi krisis utang yang dialaminya.

"Kunci sebenarnya adalah Yunani sudah seharusnya mawas diri melihat keadaan utangnya yang terus menimbulkan sentimen negatif di kalangan negara-negara Eropa," terangnya.
(KR-TRT/D007)

Pewarta:

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012

Terkait
Terpopuler