Jakarta (ANTARA Kalbar) - Pakar astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Dr Thomas Djamaluddin mengatakan, hilal (bulan) ketika matahari terbenam pada Kamis 19 Juli, terlalu rendah sehingga tidak akan bisa terlihat.

"Hilal kurang dari 1,5 derajat. Terlalu rendah untuk bisa diamati, cahayanya terlalu lemah," kata Deputi Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lapan itu di Jakarta, Kamis.

Dengan demikian bulan Sya'ban digenapkan menjadi 30 hari dan 1 Ramadhan  1433 Hijriyah jatuh pada keesokan harinya Sabtu, 21 Juli, ujarnya.

Ia menyayangkan awal Ramadhan 1433 Hijriyah tahun 2012 kembali terjadi perbedaan di antara ormas-ormas Islam,  padahal sebenarnya persoalan perbedaan ini bisa dicairkan dan disatukan.

"Pada saat Maghrib 19 Juli, hilal sudah  di atas ufuk namun ketinggian hilal kurang dari dua derajat. Kondisi ini memang membuka peluang terhadap perbedaan," katanya.

Karena itu yang diperlukan adalah persatuan, kata ilmuwan yang juga anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama itu.

Saat ini, ujarnya, garis tanggal qamariyah dibuat berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan mudah dibuat dengan menggunakan perangkat lunak astronomi yang kini sudah banyak tersedia, bahkan yang bisa diunduh secara gratis.

"Jadi hisab bukan lagi hal yang rumit, baik untuk menghitung masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi masalahnya adalah menafsirkan garis tanggal itu dan memilih kriteria yang kita gunakan. Karena itulah kriteria seharusnya ditentukan berdasarkan kesepakatan, karena tawaran kriteria astronomi juga beragam," katanya.

Ia mengatakan, kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah dengan hisab itu telah mengabaikan rukyat yang dasar hukumnya sudah ada dalam agama.

Sementara itu, menurut dia, awal Syawal 1433 H (Idul Fitri 2012) akan seragam yakni jatuh pada 19 Agustus 2012, karena pada saat Maghrib 17 Agustus di seluruh wilayah  Indonesia bulan masih di bawah ufuk atau belum wujud, sehingga tidak dalam posisi kritis, ujarnya.

"Dengan rukyat pun tidak mungkin ada kesaksian hilal. Artinya, 18 Agustus  merupakan hari terakhir Ramadhan. Sementara pada saat Maghrib 18 Agustus, bulan sudah cukup tinggi  untuk bisa dirukyat, jadi ormas-ormas tak berbeda," katanya.

(D009)
    

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012