Jakarta (ANTARA Kalbar) - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari menilai terdapat salah satu faktor utama yang menyebabkan seorang pelajar dapat bergerak melakukan tawuran, yakni kurangnya pendidikan karakter dalam kurikulum pendidikan nasional.

"Harus ada pembenahan total dalam sistem pendidikan kita untuk memperkuat kembali pendidikan karakter bangsa. Cara hidup pelajar yang begitu gampang menganggap remeh kehidupan dan berani melakukan tawuran yang jelas-jelas berisiko, bahkan mengaku puas setelah membunuh, ini merupakan manifestasi dari memandang kehidupan dengan seenaknya, dan remeh," ujar Hajriyanto kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan melalui pendidikan karakter, harus diwujudkan nilai-nilai pancasila dan menciptakan anak didik sebagai orang yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air dan beretika.

"Sekarang pendidikan karakter itu praktis sangat lemah, sehingga pendidikan kita itu lebih bersifat formal untuk penguasaan ilmu pengetahuan dalam rangka mengejar ketertinggalan dengan negara lain saja. Pendidikan pancasila sudah tidak ada lagi," ujar dia.

Dia menyesalkan perilaku tawuran yang melibatkan pelajar belakangan ini. Menurut dia Menteri Pendidikan sebagai ujung tombak pendidikan karakter, wajib meninjau ulang sistem pendidikan nasional.

"Mereka para pelajar seakan-akan tidak melihat masa depan melalui pendidikan, akhirnya hidup 'easy going' atau 'semau gue'. Jadi mudah tawuran karena soal sepele," kata dia.

Dia mengusulkan agar terdapat mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila yang berdiri sendiri, dan terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya.

                                 Faktor lain
Hajriyanto menilai masalah sistem pendidikan hanya merupakan salah satu penyebab tawuran. Faktor lain yang mendukung antara lain rutinitas lalu lintas ibukota yang tidak kondusif, serta kurangnya sosok yang dapat dijadikan teladan.

"Selain mereka tertekan dengan rutinitas ibukota, faktor keteladanan dari pemimpin, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta tokoh agama juga semakin sedikit," ujar dia.

Menurut dia, sangat mungkin para pelajar melihat para pemimpin dan orang-orang tua yang merusak negara dengan perilaku korupsi.

"Para orang tua ini tawuran juga secara hukum dan politik. Di parlemen 'berantem', di televisi berdebat, itu suasana yang mempengaruhi psikologis anak-anak sehingga cenderung mudah melanggar hukum dan tata etika sosial," kata dia.

Solusinya menurut dia harus segera dilakukan pembenahan negara dari segala aspek dan dimensi.

"Ini perkembangan serius bagaimana tawuran yang sudah dianggap selesai dan dibuat perdamaian, lalu semalam kemudian terjadi lagi. Sepertinya kesepakatan damai hanya angin lalu," kata dia.

(SDP-47)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012