Jakarta (Antara Kalbar) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Ad Hoc, guna menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia pada masa lalu.
"Setahun masa jabatan Presiden SBY harus digunakan untuk membuat langkah konkrit melaksanakan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar melalui keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Langkah Kontras tersebut didukung Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang Indonesia (IKOHI) serta perwakilan korban dan keluarga korban Pelanggaran HAM berat masa lalu.
Haris mengatakan pihaknya menolak kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu dijadikan komoditas politik, karena tuntutan Kontras untuk pemerintah menyelesaikan kasus HAM.
Selain mendesak pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc, Kontras juga meminta penegakkan hukum tanpa "pandang bulu'" terhadap pelaku kejahatan HAM.
Seperti, kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, kasus Trisakti-Semanggi 1 (1998) dan Semanggi 2 (1999), Rusuh Mei 1998, Talangsari 1989, Penembakan Misterius 1980-an dan Pembunuhan massal 1965.
Haris menuturkan dua kebijakan yang diusulkan kepada Presiden SBY tersebut akan menghindari unsur politis dalam menegakkan pelanggaran HAM di Indonesia dan menghindari menempatkan korban sebagai nilai tawar politik.
Penggiat HAM tersebut juga, meminta Presiden SBY menerbitkan Keputusan Presiden Pembentukan Pengadilan HAM Ad hoc untuk kasus Penghilangan Orang secara paksa dan Kejaksaan Agung menyidik enam berkas kasus Pelanggaran HAM yang berat hasil dari Komnas HAM.
(T014/YOO8)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Setahun masa jabatan Presiden SBY harus digunakan untuk membuat langkah konkrit melaksanakan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar melalui keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Langkah Kontras tersebut didukung Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang Indonesia (IKOHI) serta perwakilan korban dan keluarga korban Pelanggaran HAM berat masa lalu.
Haris mengatakan pihaknya menolak kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu dijadikan komoditas politik, karena tuntutan Kontras untuk pemerintah menyelesaikan kasus HAM.
Selain mendesak pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc, Kontras juga meminta penegakkan hukum tanpa "pandang bulu'" terhadap pelaku kejahatan HAM.
Seperti, kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, kasus Trisakti-Semanggi 1 (1998) dan Semanggi 2 (1999), Rusuh Mei 1998, Talangsari 1989, Penembakan Misterius 1980-an dan Pembunuhan massal 1965.
Haris menuturkan dua kebijakan yang diusulkan kepada Presiden SBY tersebut akan menghindari unsur politis dalam menegakkan pelanggaran HAM di Indonesia dan menghindari menempatkan korban sebagai nilai tawar politik.
Penggiat HAM tersebut juga, meminta Presiden SBY menerbitkan Keputusan Presiden Pembentukan Pengadilan HAM Ad hoc untuk kasus Penghilangan Orang secara paksa dan Kejaksaan Agung menyidik enam berkas kasus Pelanggaran HAM yang berat hasil dari Komnas HAM.
(T014/YOO8)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013