Pontianak (Antara Kalbar) - Uni Eropa secara resmi mengaktivasi Kebijakan atas Industri Perkayuan di wilayah Uni Eropa (EUTR - EU Timber Regulation) berupa pelarangan kayu ilegal untuk masuk wilayah tersebut mulai 3 Maret 2013.

Menurut Direktur Konservasi WWF - Indonesia, Nazir Foead dalam keterangan tertulis di Pontianak, Selasa, pemberlakuan EUTR akan membantu upaya konservasi di Indonesia.

"Akan semakin banyak perusahaan kehutanan yang menerapkan tata kelola kayu dengan benar, sehingga program yang digawangi global forest and timber network (GFTN) akan semakin relevan," ujar Nazir Foead.

Ia menambahkan, walaupun hal tersebut merupakan sebuah kemajuan, EUTR baru melihat sebatas pemenuhan legalitas produk. Ia melanjutkan, EUTR belum melihat apakah produk tersebut dihasilkan dengan cara yang lestari atau tidak.

Nazir Foead menegaskan, identifikasi dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi bukan merupakan obyek yang dilindungi EUTR.

"Sehingga walaupun kebijakan ini adalah langkah positif, masing-masing pelaku usaha diharapkan dapat tetap menerapkan `green procurement policy`," kata Nazir.

Berdasarkan EUTR, para importir kayu di Eropa memastikan bahwa kayu yang diimpor ke wilayah EU berasal dari sumber-sumber yang legal.

Perusahaan pengimpor diwajibkan memiliki sistem mumpuni guna melacak asal muasal semua produk kayu-termasuk pulp dan kertas-serta menganalisis legalitas produksi tersebut sesuai peraturan dari negara asalnya.

Berdasarkan aturan itu, maka penegak hukum di negara-negara Uni Eropa sekarang dapat menyita kayu ilegal yang masuk dan menjatuhkan hukuman bagi importir dan pedagang yang melanggar.

Kebijakan itu dianggap sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia yang telah lama mendorong negara-negara pengimpor kayu dan produk perkayuan agar tidak menjadi pasar kayu ilegal dari Indonesia, baik yang langsung dikirim maupun yang melalui negara-negara perantara.

Sejak 2010, setidaknya dua laporan penting mengenai kayu ilegal yang masuk ke wilayah Uni Eropa telah dirilis WWF untuk mendukung advokasi EUTR. Kayu-kayu ilegal itu membawa kerugian besar secara ekonomi, yang menurut UNEP nilainya diperkirakan mencapai Rp300 triliun selain mengancam kehidupan masyarakat sekitar hutan, kelestarian hutan alam, keragaman hayati dan ekosistem penting yang terdapat didalamnya.

Sejak 2009, Pemerintah Indonesia telah menerapkan secara luas verifikasi legalitas kayu (SVLK) dan sampai saat ini sudah lebih dari 200 perusahaan di seluruh Indonesia.

GFTN telah memiliki 38 anggota dengan cakupan area hutan yang keanggotaannya mencapai hampir dua juta hektare di Indonesia.

 

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013