Jakarta (Antara Kalbar) - Pemerintah diminta  menerapkan sistem reimburse bagi yang terbukti melakukan pembakaran guna menghindari "subsidi" bagi pembakar hutan dan lahan penyebab kabut asap.

Ketua Sub Program Doktor Ilmu Hukum Kajian Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Andri Gunawan Wibisana di Jakarta, Sabtu mengatakan, selama ini Pemerintah memakai dana APBN untuk mengatasi kabut asap dampak kebaran hutan dan lahan di Indonesia, hal tersebut sama saja mensubsidi pelaku yang diduga melakukan pembakaran untuk "land clearing".

"Kalau soal reimburse ini memang tidak berkembang di Indonesia. Satu-satu nya cara memang menggugat si penyebab kerugian melalui jalur hukum," katanya.

Namun kenyataannya bertahun-tahun kejadian kebakaran hutan dan lahan yang diduga kesengajaan perusahaan yang melakukan "land clearing" secara ilegal tersebut tidak pernah dijerat hukum.

Sehingga dana yang dikeluarkan Pemerintah mengatasi asap sama halnya mensubsidi "land clearing" secara ilegal.  

Penerapan reimburse tersebut, menurut dia, seharus dapat diterapkan dengan mengacu pada Undang-Undang (UU) tentang Kehutanan atau UU Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup di mana pengelola atau pemilik kawasan hutan dan lahan yang terbakar harus bertanggung jawab meski tidak ada unsur kesengajaan dalam kebakaran tersebut.

Menurut Andri, jika sistem reimburse ini diterapkan bisa saja dimasukkan sebagai dana jaminan sosial sebagai  kompensasi kesehatan bagi masyarakat di kawasan tersebut yang terpaksa harus menghirup udara tidak sehat akibat asap kebakaran hutan dan lahan.

"Kita belum maju jaminan sosial nya, yang (jika ada)  seharusnya bisa saja menjadi kompensasi sebagai asuransi kesehatan bagi masyarakat yang dirugikan," lanjutnya.

Jika persoalan kebakaran hutan dan lahan ini dilihat dari sisi akibat dan dibawa ke arah hukum pidana, menurut dia, akan sulit dalam pembuktiannya dan memakan waktu lama. Dengan cara gugatan perdata masih dapat dimungkinkan.

Sementara itu, Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum Eksekutif Nasional Walhi, Muhnur Satyahaprabu mengatakan peningkatan pencemaran udara yang tercatat mengingkat hingga 200 persen tentu dapat menjadi bukti.

Namun, menurut dia, yang menjadi masalahnya menahan perseorangan dengna delik formil tidak menyelesaikan masalah. Korporasi lah yang diduga menjadi masalah, karenanya perizinannnya yang dipertimbangkan dicabut.

Pewarta: Virna P Setyorini

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013