Perasaan berkecamuk di dada dan benak Suryana, wanita paruh baya, ketika menaiki pesawat milik Air Asia pada Kamis (30/1) malam dari Kuala Lumpur menuju Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.

Dua hari sebelumnya, hakim di Majelis Rayuan Putra Jaya Selangor, Malaysia, telah menyatakan Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu, kedua anaknya, bebas dari ancaman digantung sampai mati.

Frans dan Dharry didakwa telah menyebabkan kematian Kharti Raja, warga Malaysia keturunan India, Desember 2010. Kharti Raja bermaksud mencuri di tempat Frans dan Dharry bekerja, di sebuah arena kedai play station milik Hooi Teong Sim di Selangor, Malaysia. Tepatnya di Jalan 4 No 34, Taman Sri Sungai Pelek, Sepang.

Keduanya bekerja sejak tahun 2009 dengan menggunakan visa pelancong.

Pemeriksaan lebih lanjut, polisi setempat mendapati Kharti memiliki narkoba di saku celana. Visum dokter juga menyebutkan bahwa Kharti Raja meninggal karena over dosis narkoba.

Pengadilan Majelis Rendah Selangor memutuskan Frans dan Dharry serta satu rekannya warga Malaysia, tidak bersalah, pada sidang pertengahan 2012.

Namun sidang selanjutnya memvonis mereka bersalah dan harus dihukum gantung sampai mati. Majelis Rayuan Petra Jaya, akhirnya menyatakan tidak bersalah pada persidangan Selasa (28/1) pagi.

Berdasarkan salinan putusan yang tertuang dalam selembar kertas untuk perkara No B-05-268-11/2012, ada tiga hal. Pertama, rayuannya dibenarkan. Kedua, sabitan dan hukuman oleh Mahkamah Tinggi diketepikan. Ketiga, perayu bebas dan dilepaskan.

Atau dalam bahasa Indonesia, banding yang diajukan pengacara setempat yang disewa Pemerintah Indonesia atas kasus Hiu bersaudara itu disetujui dan keduanya bebas dari jerat hukum serta dapat dilepaskan dari penjara.

Jadi Kado
Gubernur Kalbar Cornelis yang hadir dalam sidang di Majelis Rayuan Petra Jaya pun menyambut gembira keputusan itu. Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Kalbar, Numsuan Madsun langsung mengadakan jumpa pers untuk menyampaikan kabar gembira tersebut.

Keputusan itu bertepatan dengan peringatan puncak HUT ke-57 Pemprov Kalbar. Bebasnya Hiu bersaudara dari ancaman hukuman mati seolah menjadi kado indah bagi rakyat Kalbar.

Menurut Numsuan Madsun, peran Gubernur Kalbar dalam membantu pembebasan Frans dan Dharry tidak dapat diabaikan.

"Gubernur sampai dua kali ke persidangan. Sebelumnya pada akhir tahun lalu," kata Numsuan Madsun.

Gubernur Cornelis datang tidak hanya sekedar menghadiri persidangan. Namun juga melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat setempat, dari kalangan warga India, Raja Selangor, serta ke pihak kedutaan.

Pendekatan ke tokoh masyarakat India setempat dianggap penting karena Kharti Raja, yang diduga tewas dibunuh Hiu bersaudara, berasal dari etnis India.

Numsuan Madsun menambahkan, Presiden RI ikut memerintahkan Gubernur untuk mendampingi Hiu bersaudara yang kebetulan dari Kalbar agar terhindar dari hukuman mati.

"Sebenarnya, upaya untuk membebaskan Hiu bersaudara kecil peluangnya. Terlebih lagi, di kalangan masyarakat India, Frans dan Dharry adalah yang patut dipersalahkan," ungkap dia.

Ketua KNPI Provinsi Kalbar Imam Abu Hanifah saat pengukuhan di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar pada Rabu (29/1) malam menyatakan kebanggaannya atas upaya Gubernur Cornelis dalam membantu pembebasan Hiu bersaudara.

Cornelis sendiri saat ditanya tidak mau melupakan peran pemerintah pusat dalam membantu Hiu bersaudara bebas dari ancaman hukuman gantung sampai mati. Ia hanya mencoba membantu dengan caranya mengingat keduanya berasal dari keluarga tidak mampu.

Ia berharap agar Frans dan Dharry dapat kembali serta berkumpul dengan saudara besarnya saat Imlek.

Staf Humas Setda Kalbar pun menyebarkan pesan pada Kamis (30/1) malam bahwa Jumat (31/1) pagi akan ada jumpa pers Gubernur Cornelis bersama Frans dan Dharry di kediaman dinas. Namun pengumuman itu tak lama kemudian dibatalkan karena Frans dan Dharry tersangkut masalah keimigrasian sehingga tidak dapat pulang ke Indonesia.

Tangan Hampa
Kepala Biro Hukum Setda Kalbar Bachtiar sudah mengenakan baju seragam Pemprov Kalbar. Ia bersama sejumlah rombongan asal Kalbar, termasuk mantan Kepala Biro Hukum Marius Marcellius, dan staf, serta Suryana dan Servin (bibi Hiu), hendak menuju KBRI di Kuala Lumpur.

Saat itu hari Kamis (30/1) sore. Menurut jadwal, pada pukul 18.00 waktu Malaysia, akan dilakukan penyerahan Frans dan Dharry Frully dari KBRI di Kuala Lumpur ke Pemprov Kalbar. Bachtiar pun mewakili Gubernur Cornelis yang sudah pulang terlebih dahulu sehari sebelumnya.

"Karena itulah saya memakai baju seragam," kata Bachtiar.

Suryana malam sebelumnya telah diajak ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian buat Frans dan Dharry. Semua pun berjalan lancar. Tiket pesawat untuk Frans dan Dharry dari Kuala Lumpur hingga Pontianak, telah dibeli.

Pihak KBRI di Kuala Lumpur, juga telah menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk Frans dan Dharry. Marius Marcellius sempat menemui Frans dan Dharry di tahanan. Marius mengatakan kalau keduanya bakal segera kembali ke Indonesia.

Namun dalam perjalanan menuju KBRI di Kuala Lumpur, Bachtiar mendapat telepon. "Jaksa mengajukan banding. Frans dan Dharry pun batal bebas," ujar Bachtiar.

Bachtiar mengakui, upaya untuk membawa Frans dan Dharry seperti sebuah film laga. Ia berupaya agar Frans dan Dharry secepat mungkin meninggalkan Malaysia. "Saya sempat meminta agar pelepasan dari penjara dilakukan pukul 5 sore. Tapi pihak Malaysia tidak menyetujui karena untuk pelepasan, dilakukan pada jam-jam tertentu saja, tidak setiap saat," kata Bachtiar.

Duta Besar Malaysia di Indonesia, Dato` Seri Zahrain Mohammed Hashim saat menghadiri open house Imlek di kediaman Wagub Kalbar Christiandy Sanjaya di Pontianak, Jumat (31/2) pun mengatakan, bahwa meski bebas di tingkat Majelis Rayuan, bukan berarti sudah menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Jaksa berhak mengajukan banding ke Majelis Persekutuan atau Federal Court," kata Zahrain.

Upaya Lanjutan
Bachtiar dan rombongan, termasuk Suryana, akhirnya tiba di Pontianak pada Jumat pagi. Tiket untuk Frans dan Dharry pun hangus. Kecuali dari Jakarta ke Pontianak yang menggunakan Garuda Indonesia.

Isu Hiu bersaudara ternyata ikut memantik simpati dari maskapai milik Pemerintah Indonesia itu. "Tiket keduanya, diberlakukan `open date`, atau kapan saja mereka kembali, dapat digunakan," ujar Bachtiar.

KBRI di Kuala Lumpur telah menerima salinan surat JPU, Andi Razalijaya kepada Mahkamah Persekutuan Putrajaya. Inti dari surat tersebut, JPU mengajukan kasasi atas keputusan bebas Frans dan Dharry Frully Hiu di Mahkamah Rayuan Putrajaya tertanggal 28 Januari 2014.

JPU juga memohon mahkamah untuk mengeluarkan perintah penahanan mengingat Hiu bersaudara merupakan warga negara asing (WNA).

Selanjutnya, imigrasi Putrajaya memindahkan Hiu bersaudara dari tahanan imigrasi ke Penjara Sungai Buloh.

Menanggapi perkembangan kasus Hiu Bersaudara, KBRI KL segera melakukan pertemuan dengan Tim Pengacara Gooi & Azura.

Tim pengacara selanjutnya menyatakan kesiapan menghadapi kasasi JPU dan berkeyakinan dapat kembali menyakinkan Majelis Hakim Mahkamah Persekutuan (Kasasi) bahwa tindakan Hiu Bersaudara adalah bela diri.

Tim pengacara juga menyampaikan bahwa pengajuan kasasi oleh JPU dalam kasus seperti ini merupakan prosedur normal mengingat putusan di tingkat mahkamah tinggi menjatuhkan hukuman mati kepada Hiu Bersaudara.

Sementara Pemprov Kalbar tetap menjanjikan dukungan untuk membantu membebaskan Hiu bersaudara.

"Kita tidak mau berandai-andai. Tetapi kalau melihat dari persidangan sebelumnya, ada peluang bagi Hiu bersaudara untuk bebas dari hukuman mati," ujar Bachtiar.

Namun, kalau di tingkat Federal Court keduanya tetap dinyatakan bersalah, upaya terakhir berupa mengajukan pengampunan ke raja.

***1***

T011



Pewarta:

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014