Jakarta (Antara Kalbar) - Indonesia mendukung kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk ekolabeling dengan tujuan pelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan, kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P Hutagalung.

"Banyak standar ekolabel untuk perikanan telah dipraktikkan di Indonesia, seperti  untuk produk budi daya udang, yaitu GLOBAL G.A.P (Good Agricultural Practices), Best Aquaculture Practices (BAP), Aquaculture Stewardship Council (ASC), dan untuk yang organik Natualand," kata Saut, seperti disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) Arie Prabawa kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Arie Prabawa yang mengikuti Konferensi Dewan Penata Layanan Kelautan (Marine Stewardship Council/MSC) di Bali (14-16/4) menyatakan, dalam kegiatan itu Saut P Hutagalung, yang juga membuka konferensi menyatakan Indonesia sudah memulai proses sertifikasi produk perikanan tangkap untuk meningkatkan kelestarian dan daya saing pasar.

Menurut dia MSC memilki prinsip yang baik untuk diiikuti, namun demikian, pemerintah tidak mewajibkan perikanan Indonesia untuk mendapatkan sertifikat MSC.

"Namun, tetap mendorong untuk mengikuti prinsip-prinsip ekolabel yang positif untuk kelestarian perikanan dalam bentuk Fishery Improvement Project/FIP (rencana kerja perbaikan)," katanya.

Ia menjelaskan bahwa saat ini sudah ada beberapa perikanan tangkap yang telah memulai proses sertifikasi ekolabeling MSC, seperti tuna, rajungan dan ikan-ikan karang.

Saut juga menegaskan bahwa pemerintah mendorong MSC untuk memfasilitasi badan sertifikasi atau auditor-auditor (penilik) yang berasal dari organisasi lokal di Indonesia.

Langkah itu penting, kata dia, karena dapat lebih memahami pengetahuan yang ada jika melalui budaya dan bahasa lokal, biayanya terjangkau, dan secara teknis lebih mudah.

Sedangkan Ari Prabawa menambahkan bahwa APRI merupakan perikanan pertama di Indonesia yang merespon pentingnya kebutuhan ekolabeling dengan dilakukannya "MSC-preassessment" (kajian awal) pada tahun 2009.

Hasil dari "MSC-preassessment" pada tahun tersebut menyarankan untuk dilakukan kemajuan dan perbaikan pada indikator-indikator MSC sebelum dilakukkan "full assessment".

Ia menjelaskan bahwa APRI selanjutnya melakukan kegiatan FIP selama lima tahun memenuhi untuk memenuhi kriteria kriteria MSC.

Untuk memenuhi tiga prinsip utama MSC, yakni pada prinsip pertama berkaitan dengan status stok, APRI melakukan kerja sama dengan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSI)-KKP untuk memastikan kelestarian stok rajungan.

Sedangkan untuk memenuhi prinsip MSC kedua, yakni dampak praktik perikanan terhadap ekosistem, APRI bekerja sama dengan Balai Besar Pengembangan  Penangkapan Ikan (BPPI) Semarang di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap-KKP untuk memastikan kelestarian dan dampaknya terhadap "bycatch" (hasil tangkapan sampingan) perikanan lainnya.

Untuk prinsip MSC ke tiga, dilaksanakan melalui kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed), Dirjen Perikanan Tangkap, kelompok nelayan, Pemerintah Kabupaten Demak, Jateng, dan Kendari, Sulawesi Tenggara, serta LSM international seperti "Sustainable Fisheries Partnership" (SFP) dan RARE untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik terhadap perikanan rajungan.

Ia menjelaskan, pada 2014 direncanakan APRI melakukan "MSC-preassessment" kembali untuk perikanan rajungan guna melakukan peningkatan kapasitas dan pengawasan terhadap perkembangan yang telah dilakukan terhadap perikanan rajungan.

Sementara itu, Cassie Leisk dari MSC menjelaskan bahwa konferensi di Bali itu adalah yang kedua menyusul kesuksesan mengembangkan dunia perikanan pada konferensi pertama.

Konferensi berfokus pada perikanan negara berkembang, dengan penekanan khusus pada "MSC-preassessment" perikanan yang meningkat dan mencapai sertifikasi MSC.

Para pemangku kepentingan dari seluruh dunia akan memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman dan pelajaran pada sejumlah elemen-elemen kunci yang diperlukan untuk perbaikan, serta metode yang telah kerjakan untuk memastikan penyerapan unsur-unsur ini dalam individu perikanan.

Konferensi akan mempertimbangkan tiga tema utama, yakni peran para pemangku kepentingan dalam mencapai perbaikan, peningkatan investasi/pembiayaan, dan perbaikan yang berhasil.

(A035/S. Suryatie)

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014